Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

BAHASA INDONESIA : KETERAMPILAN, KOMPETENSI DAN PERFORMANSI BERBAHASA

BAB I
PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Berbahasa merupakan kegiatan yang selalu mengisi berbagai bidang. Dalam dunia pendidikan, khususnya pendidikan bahasa, penggunaan bahasa dikemas dalam empat aspek keterampilan berbahasa (menyimak, membaca, berbicara, dan menulis). Keempat aspek keterampilan berbahasa tersebut menjadi landasan pembelajaran sejak SD hingga perguruan tinggi.

Setiap pelajar diberdayakan kompetensinya untuk menguasai keempat aspek tersebut. Dikaitkan dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, aspek keterampilan berbahasa menjadi komponen menarik untuk dikaji. Bahkan para pemakai bahasa pun dapat memanfaatkan teknologi untuk meningkatkan kompetensi berbahasa, baik secara reseptif maupun produktif.

Keterampilan berbahasa merupakan aspek kemampuan bahasa yang menjadi sasaran utama dalam berkomunikasi. Dalam dunia pendidikan komunikasi sangat penting, agar dapat menyampaikan informasi yang tepat.

Karya sastra merupakan wujud dari perkembangan keterampilan berbahasa. Melalui pembelajaran keterampilan menyimak dan membaca dapat mengembangkan kemampuan dalam menikmati, menghayati dan memberikan penilaian terhadap karya sastra.


B.Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut maka rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut,
  1. Bagaimanakah keterampilan berbahasa?
  2. Bagaimanakah kompetensi dan potensi berbahasa?
C.Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka tujuan penulisan makalah ini adalah,
  1. Menjelaskan keterampilan berbahasa
  2. Menjelaskan kompetensi dan performansi berbahasa


BAB II
PEMBAHASAN


A. Keterampilan Berbahasa

“Terdapat empat keterampilan dasar berbahasa yaitu menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Keempat keterampilan tersebut saling terkait antara yang satu dengan yang lain” (Saddhono & Slamet, 2014:5 dalam Jurnal “Proceedings of Education and Language International Conference” volume 1 edisi 1 bulan Februari tahun 2018 oleh Biya Ebi Praheto, Andayani, Muhammad Rohmadi dan Nugraheni Eko Wardani). Nurjamal dkk (dalam Jurnal “Proceedings of Education and Language International Conference” volume 1 edisi 1 bulan Februari tahun 2018 oleh Biya Ebi Praheto, Andayani, Muhammad Rohmadi dan Nugraheni Eko Wardani) juga menyebutkan bahwa keempat aspek keterampilan berbahasa pada kenyataannya berkaitan erat satu sama lain. Artinya, aspek yang satu berhubungan erat dan memerlukan keterlibatan aspek yang lain.

Hubungan keempat aspek tersebut disebut dengan catur tunggal atau empat serangkai keterampilan berbahasa karena aspek yang satu dengan yang lainnya berkaitan erat, saling bergantung, saling berhubungan-menentukan, tidak dapat dipisahkan, (Nurjamal dkk, dalam Jurnal “Proceedings of Education and Language International Conference” volume 1 edisi 1 bulan Februari tahun 2018 oleh Biya Ebi Praheto, Andayani, Muhammad Rohmadi dan Nugraheni Eko Wardani ) Menyimak dan berbicara merupakan kegiatan komunikasi langsung dua arah. Menyimak bersifat reseptif, sedangkan berbicara bersifat produktif. Sedangkan membaca dan menulis merupakan aktivitas berbahasa tulis. Menulis adalah kegiatan berbahasa yang bersifat produktif, sedangkan membaca adalah kegiatan yang bersifat reseptif.

Keterampilan menulis menuntut adanya pengetahuan dan pemahaman mengenai topik yang akan ditulis dan bagaimana cara yang baik dalam menuangkannya kedalam bentuk tulisan. Tarigan 1994:4 (dalam buku Keterampilan Berbahasa Indonesia SD oleh Dr. Yeti Mulyati dan Isah Cahyani) menyatakan bahwa menulis merupakan suatu keterampilan berbahasa yang dipergunakan untuk berkomunikasi secara tidak langsung, tidak secara tatap muka dengan orang lain.

1.    Mendengarkan atau menyimak

Mendengarkan adalah keterampilan memahami bahasa lisan yang bersifat reseptif. Yang dimaksud dengan keterampilan mendengarkan di sini bukan berarti hanya sekadar mendengarkan bunyi-bunyi bahasa melalui alat pendengarannya, melainkan sekaligus memahami maksudnya. Ada dua jenis situasi dalam mendengarkan, yaitu situasi mendengarkan secara interaktif dan situasi mendengarkan secara noninteraktif. Mendengarkan secara interaktif terjadi dalam percakapan tatap muka dan percakapan di telepon atau yang sejenis dengan itu.

Dalam mendengarkan jenis ini kita secara bergantian melakukan aktivitas mendengarkan dan berbicara. Oleh karena itu, kita memiliki kesempatan untuk bertanya guna memperoleh penjelasan, meminta lawan bicara mengulang apa yang diucapkan olehnya, atau mungkin memintanya berbicara agak lebih lambat.  Contoh situasi-situasi mendengarkan noninteraktif, yaitu mendengarkan radio, TV, film, khotbah, atau mendengarkan dalam acara-acara seremonial. Dalam situasi mendengarkan noninteraktif tersebut, kita tidak dapat meminta penjelasan dari pembicara, tidak bisa meminta pembicara mengulangi apa yang diucapkannya, dan tidak bisa meminta pembicaraan diperlambat. 

2.    Berbicara

Dalam keterampilan berbicara dikenal tiga jenis situasi berbicara, yaitu interaktif, semiinteraktif, dan noninteraktif. Situasi-situasi berbicara interaktif, misalnya terjadi pada percakapan secara tatap muka dan berbicara melalui telepon. Kegiatan berbicara dalam situasi interaktif ini memungkinkan adanya pergantian peran/aktivitas antara berbicara dan mendengarkan.

Di samping itu, situasi interaktif ini memungkinkan para pelaku komunikasi untuk meminta klarifikasi, pengulangan kata/kalimat, atau meminta lawan bicara untuk memperlambat tempo bicara, dan lain-lain. Kegiatan berbicara dalam situasi interaktif ini dilakukan secara tatap muka langsung, bersifat dua arah, atau bahkan multiarah.  Kemudian, ada pula situasi berbicara yang tergolong semiinteraktif, misalnya dalam berpidato di hadapan umum, kampanye, khutbah/ceramah, dan lain-lain, baik yang dilakukan melalui tatap muka secara langsung namun berlangsung secara satu arah.

Dalam situasi ini, pendengar memang tidak dapat melakukan interupsi terhadap pembicaraan, namun pembicara dapat melihat reaksi pendengar dari ekspresi wajah dan bahasa tubuh mereka.  Beberapa situasi berbicara dapat dikatakan betul-betul bersifat noninteraktif jika pembicaraan dilakukan secara satu arah dan tidak melalui tatap muka langsung, misalnya berpidato melalui radio atau televisi. Pidato kenegaraan yang disampaikan melalui siaran televisi atau radio termasuk ke dalam jenis ini.

3.    Membaca

Keterampilan membaca tergolong keterampilan yang bersifat aktifreseptif. Aktivitas membaca dapat dikembangkan secara tersendiri, terpisah dari keterampilan mendengarkan dan berbicara. Namun, pada masyarakat yang memiliki tradisi literasi yang telah berkembang, sering kali keterampilan membaca dikembangkan secara terintegrasi dengan keterampilan menyimak dan berbicara.

Keterampilan membaca terbagi ke dalam dua klasifikasi, yakni,

a) membaca permulaan

b) membaca lanjutan.

Kemampuan membaca permulaan ditandai oleh kemampuan melek huruf, yakni kemampuan mengenali lambang-lambang tulis dan dapat membunyikannya dengan benar. Pada fase ini, pemahaman isi bacaan belum begitu tampak karena orientasi pembaca lebih ke pengenalan lambang bunyi bahasa. Sementara pada membaca lanjut, kemampuan membaca ditandai oleh kemampuan melek wacana. Artinya, pembaca bukan hanya sekadar mengenali lambang tulis, bisa membunyikannya dengan lancar, melainkan juga dapat memetik isi/makna bacaan yang dibacanya. Penekanan membaca lanjut terletak pada pemahaman isi bacaan, bahkan pada tingkat tinggi harus disertai dengan kecepatan membaca yang memadai.

4.    Menulis

Keterampilan menulis merupakan keterampilan yang bersifat aktifproduktif. Keterampilan ini dipandang menduduki hierarki yang paling rumit dan kompleks di antara jenis-jenis keterampilan berbahasa lainnya. Aktivitas menulis bukanlah sekadar hanya menyalin kata-kata dan kalimat-kalimat, melainkan menuangkan dan mengembangkan pikiran-pikiran, gagasan-gagasan, ide, dalam suatu struktur tulisan yang teratur, logis, sistematis, sehingga mudah ditangkap oleh pembacanya.

Sama seperti halnya dengan keterampilan membaca, keterampilan menulis pun dapat diklasifikasikan ke dalam dua kategori, yakni,

a) menulis permulaan

b) menulis lanjutan.

Menulis permulaan sesungguhnya identik dengan melukis gambar. Pada fase ini, si penulis tidak menuangkan ide/gagasan, melainkan hanya sekadar melukis atau menyalin gambar/lambang bunyi bahasa ke dalam wujud lambang-lambang tertulis. Pada awal-awal memasuki persekolahan, para siswa dilatih menulis permulaan yang proses pembelajarannya sering disinergiskan dan diintegrasikan dengan kegiatan membaca permulaan. Kegiatan menulis yang sesungguhnya merupakan aktivitas curah ide, curah gagasan, yang dinyatakan secara tertulis melalui bahasa tulis.

B. Kompetensi Dan Potensi Berbahasa

1. Pengertian Kompetensi dan Potensi Berbahasa

Kompetensi adalah tata bahasa seseorang secara pribadi. Ini berarti kemampuan seseorang untuk menciptakan dan memahami kalimat-kalimat, termasuk kalimat-kalimat yang tidak pernah mereka dengar sebelumnya. Ini juga mencakup pengetahuan seseorang mengenai apa yang benar-benar kalimat dan yang bukan kalimat suatu bahasa tertentu. Kompetensi kerap kali mengacu kepada pembicara/pendengar ideal, yaitu seseorang yang diidamkan tetapi bukan pribadi yang nyata yang memiliki pengetahuan sempurna mengenai keseluruhan bahasa itu. Suatu perbedaan memang dibuat antara kompetensi dan performansi yang merupakan penggunaan aktual bahasa oleh pribadi-pribadi dalam tuturan dan tulisan (Richards 1987:52 dalam buku Pengajaran Kompetensi Bahasa oleh Henry Guntur Tarigan tahun 2009).

Performansi adalah teori penggunaan bahasa, penggunaan aktual bahasa, apa yang dilakukan oleh pembicara-pendengar secara aktual berdasarkan pengetahuannya mengenai sesuatu bahasa ujaran/tuturan aktual sebagai lawan bahasa, subjek teori psikologis yang menggarap bagaimana caranya kompetensi linguistik digunakan dalam produksi dan komprehensi tuturan, perilaku, subjek bagi tata bahasa yang bermodelkan performansi, yang mencakup suatu tata bahasa yang bermodelkan kompetensi didalamnya (Chomsky & Halle 1968:110 dalam buku Pengajaran Kompetensi Bahasa oleh Henry Guntur Tarigan tahun 2009).

Dalam tata bahasa transformasional generatif, performansi mengandung makna penggunaan bahasa aktual seseorang. Suatu perbedaan dibuat antara pengetahuan seseorang mengenai bahasa (kompetensi) dan bagaimana seseorang menggunakan pengetahuan ini dalam upaya menghasilkan dan memahami kalimat-kalimat (performansi). Perbedaan antara kompetensi linguistik dan performansi linguistik dapat dilihat, misalnya, dalam produksi kalimat-kalimat yang panjang dan rumit.

2. Ragam Kompetensi Berbahasa

a. Kompetensi Kemahiran Fungsional

Dalam bidang pendidikan kedwibahasaan, William J. Tikunoff (dalam buku Pengajaran Kompetensi Bahasa oleh Henry Guntur Tarigan tahun 2009) mengemukakan bagaimana cara mengintegrasikan pengajaran isi dengan pengajaran bahasa. Dia memberi ciri kepada siswa yang dapat berpartisipasi secara efektif dalam pengajaran kelas dalam bahasa inggris sebagai functionally proficient atau yang mempunyai kemahiran fungsional. Berikut 3 komponen siswa yang mempunyai kemahiran fungsional menurut William J. Tikunoff :

1) Kompetensi partisipatif (participative competence) yaitu kemampuan untuk memberikan responsi secara memadai terhadap tuntutan-tuntutan tugas-tugas kelas dan kepada kaidah-kaidah procedural untuk menyelesaikannya

2) Kompetensi Interaksional (interactional competence) yaitu kemampuan untuk memberikan responsi secara memadai terhadap kaidah-kaidah wacana kelas dan kaidah-kaidah sosial wacana, berinteraksi secara memadai dengan teman-teman sebaya maupun orang-orang dewasa waktu menyelesaikan tugas-tugas kelas

3) Kompetensi akademik (academic competence) yaitu kemampuan memperoleh keterampilan-keterampilan baru, mengasimilasikan atau memahami informasi baru, dan membentuk/membangun konsep-konsep baru.

b. Kompetensi Komunikatif

Kompetensi komunikatif adalah kemampuan untuk menerapkan kaidah-kaidah gramatikal suatu bahasa untuk membentuk kalimat-kalimat yang benar secara gramatikal untuk mengetahui apabila dan dimana menggunakan kalimat-kalimat tersebut dan kepada siapa. Kompetensi komunikatif ini meliputi :

1)   Pengetahuan mengenai tata bahasa dan kosakata bahasa yang bersangkutan

2)   Pengetahuan mengenai kaidah-kaidah berbicara yaitu mengetahui bagaimana memulai dan mengakhiri percakapan-percakapan, mengetahui topik-topik apa yang mungkin dibicarakan dalam berbagai tipe peristiwa bicara, mengetahui bentuk-bentuk sapaan yang seharusnya dipakai kepada orang-orang teman kita berbicara dan dalam berbagai situasi

3)   Mengetahui bagaimana cara menggunakan dan memberi responsi terhadap berbagai tipe tindak tutur, seperti meminta, memohon, meminta maaf, mengucapkan terima kasih, dan mengundang orang

4)   Mengetahui bagaimana cara menggunakan bahasa secara tepat dan memuaskan.

Dengan demikian, apabila seseorang ingin berkomunikasi dengan orang lain, maka dia harus mengenali latar belakang sosial, hubungannya dengan orang lain, dan tipe-tipe bahasa yang dapat dipergunakan bagi kesempatan tertentu. Dia juga harus mampu menginterpretasikan, menafsirkan kalimat-kalimat tulis atau lisan di dalam keseluruhan konteks tempatnya dipakai.

Sebagai contoh, pernyataan “agak dingin juga di ruangan ini” dapat merupakan suatu permintaan, khususnya kepada seseorang dalam hubungan peranan yang lebih rendah untuk menutup jendela atau pintu agar dingin tidak bisa masuk lagi ke dalam ruangan itu ataupun menghidupkan alat pemanas listrik dan sebagainya (Richards 1987:49 dalam buku Pengajaran Kompetensi Bahasa oleh Henry Guntur Tarigan tahun 2009).

Kompetensi komunikatif merupakan sistem-sistem yang mendasari pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan bagi komunikasi, khususnya waktu berinteraksi dalam komunikasi aktual, atau manifestasinya dalam situasi-situasi kongkret.

Dalam buku Pengajaran Kompetensi Bahasa oleh Henry Guntur Tarigan tahun 2009, terdapat empat komponen komunikasi komunikatif, yaitu :

1.    Kompetensi gramatikal (grammatical competence), yang mencakup pengetahuan mengenai kosakata, kaidah-kaidah pembentukan kata dan kalimat, semantik linguistik, ucapan dan ejaan

2.    Kompetensi sosiolinguistik (sociolinguistic competence), yang mencakup kaidah-kaidah kelayakan makna-makna (pesan-pesan yang diperkenankan, yang diizinkan) dan bentuk-bentuk gramatikal dalam konteks-konteks sosiolinguistik yang beraneka ragam dan berbeda-beda

3.    Kompetensi wacana (discourse competence), yang mencakup pengetahuan yang dibutuhkan untuk mengkombinasikan atau menggabungkan bentuk-bentuk dan makna-makna untuk mencapai teks-teks lisan dan tertulis yang terpadu atau utuh

4.    Kompetensi strategik (strategic competence), yang mencakup pengetahuan mengenai strategi-strategi komunikasi verbal dan nonverbal yang dapat digunakan untuk mengimbangi pembatasan-pembatasan dalam satu atau lebih bidang kompetensi komunikatif lainnya.

                                                                             BAB III
                                                                           PENUTUP

A.       Simpulan

Dari seluruh uraian yang telah disampaikan, dapat disimpulkan beberapa hal pokok yakni,

1.    Keterampilan berbahasa adalah kemampuan seseorang untuk berbahasa yang terdiri dari empat aspek. Yaitu mendengarkan atau menyimak, membaca, berbicara dan menulis.  Menyimak dan membaca termasuk ke dalam aspek reseptif, sedangkan berbicara dan menulis termasuk ke dalam aspek produktif.

2.    Kompetensi adalah kemampuan seseorang untuk menciptakan dan memahami kalimat-kalimat, termasuk kalimat-kalimat yang tidak pernah mereka dengar sebelumnya. Performansi adalah kemampuan untuk membuat kalimat yang benar dan jelas yang mungkin belum pernah di dengar sebelumnya. Ragam kompetensi terdiri dari dua cabang, yaitu kompetensi kemahiran fungsional (kompetensi partisipatif, kompetensi interaksional, dan kompetensi akademik) dan kompetensi komunikatif (kompetensi gramatikal, kompetensi sosiolinguistik, kompetensi wacana, dan kompetensi strategik).

B.       Saran

Negara Indonesia adalah negara yang sangat besar. Sebagai lambang identitas nasional, bahasa Indonesia merupakan “lambang” bangsa Indonesia. Ini berarti, dengan bahasa Indonesia akan dapat diketahui siapa kita, yaitu sifat, perangai dan watak kita sebagai bangsa Indonesia. Karena fungsinya yang demikian, maka kita harus menjaganya. Jangan sampai ciri kepribadian kita tidak tercermin di dalamnya. Jangan sampai bahasa Indonesia tidak menunjukkan gambaran bangsa Indonesia yang sebenarnya.

Sebagai orang yang terpelajar, kita harus bisa menjunjung tinggi bahasa Indonesia, serta memahami dengan baik seluruh kaidah-kaidah dan prinsip-prinsip pada bahasa Indonesia.

                                                       DAFTAR RUJUKAN

Praheto, Biya Ebi , Andayani, Muhammad Rohmadi, dan Nugraheni Eko Wardani. 2017 . Peran Multimedia Interaktif  Dalam Pembelajaran Keterampilan Berbahasa Indonesia Di Pgsd. Jurnal Proceedings of Education and Language International Conference. Volume 1, Edisi 1, Februari 2017. Diunduh dari http://jurnal.unissula.ac.id/index.php/ELIC/issue/view/184/showToc.

Rizmalia, Ulfa Ayu, Iqbal Hilal dan Bambang Riadi. 2018. “Korelasi Pemahaman Kosakata dan Kemampuan Menulis Teks Argumentasi Siswa Kelas X SMA”. Jurnal Kata (Bahasa, Sastra, dan Pembelajarannya). Volume 6, Edisi 2, Mei 2018. Diunduh dari http://jurnal.fkip.unila.ac.id/index.php/BINDO1/article/view/1554.

Arifin, E. Zaenal dan S. Amran Tasai. 2009. Cermat Berbahasa Indonesia. Jakarta: Akademika Pressindo.

Mulyati, Yeti dan Isah Cahyani. 2015. Keterampilan Berbahasa Indonesia SD. Tangerang Selatan: Universitas Terbuka.

Surhardi, Muljanto. 1996. Berbagai Pendekatan dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

Tarigan, Henry Guntur. 2009. Pengajaran Kompetensi Bahasa. Bandung : Angkasa.