Informasi Pertanian Terhadap Petani
Upaya untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah dengan meningkatkan layanan informasi bagi petani dan mendorong motivasi petani untuk menggali dan menguasai informasi. Peningkatan layanan informasi tidak terlepas dari ketersediaan informasi, kelembagaan komunikasi di setiap desa/kecamatan, serta ketersediaan sarana komunikasi/akses informasi. Peningkatan layanan informasi terhadap petani akan mempercepat proses transfer teknologi yang telah dihasilkan oleh lembaga-lembaga penelitian, termasuk Badan Litbang Pertanian.
Lembaga penelitian seperti Badan Litbang Pertanian dan perguruan tinggi telah banyak menghasilkan informasi hasil penelitian, namun informasi tersebut belum mampu mencapai sasaran, yaitu petani (Mulyandari dan Ananto (2005). Untuk mempercepat penyampaian informasi teknologi pertanian dapat dilakukan dengan mengubah paradigma diseminasi dari yang bersifat konvensional ke yang lebih maju dan cepat dengan memanfaatkan berbagai saluran atau media.
Sejalan dengan perkembangan iptek bidang pertanian, penyebaran informasi melalui media cetak dan elektronis semakin meningkat. Kedua media ini sangat potensial bagi penyuluh dan petani sebagai sumber untuk memperoleh informasi pertanian. Namun ketersediaan sumber informasi tersebut belum menjamin informasi digunakan oleh petani atau penyuluh.
2. Regenerasi Penyuluh Pertanian tidak berjalan
Aktivitas pertanian tidak terlalu menarik bagi generasi muda bahkan anak petani sendiri yang juga menggeluti bidang pertanian. Mereka lebih tertarik dan menikmati bekerja di luar sektor pertanian yang relative menjanjikan baik dari segi pendapatan dan kenyamanan kerja. Padahal jika pada sektor pertanian terjadi ketimpangan tenaga kerja akan berdampak pada produksi dan nilai tambah pertanian karena pertanian tidak ditangani dan disentuh teknologi dengan maksimal.
Petani dianggap bukan profesi yang menjamin finansial di tengah naiknya harga-harga kebutuhan hidup, apalagi untuk investasi masa depan, seperti biaya kuliah, cicilan rumah, pensiun, dan lain-lain. Bekerja di industri di pinggiran kota penyangga seperti Bekasi, Tangerang, atau Depok menjadi pilihan yang lebih menarik. Orang berbondong-bondong meninggalkan ciri agrarisnya sebab menganggap tidak ada lagi penghidupan layak di dalamnya.
Menanamkan dan mencintai aktivitas pertanian musti ditumbuhkan sejak dini kepada generasi muda di Indonesia, agar mereka bergerak dan berkontribusi secara riil di pertanian. Pertanian dijalankan dengan pendekatan-pendekatan terstruktur, mendapatkan teknologi yang kuat, memiliki akses pasar yang baik dan luas serta memiliki nilai tambah yang tinggi sebagai dampak dari penanganan pasca panen yang baik dan optimal. Kembalinya generasi muda untuk mencintai aktivitas pertanian tidak hanya menguatkan sektor pertanian secara institusi, namun secara tidak langsung sektor ini juga akan terus berkembang dan mampu menjadi penopang hidup manusia, yaitu ketersediaan pangan dan menjaga stabilitas politik.
3. Informasi stok dan kebutuhan komoditas belum terbangun
Kebanyakan petani tidak mengetahui informasi tentang ketersediaan komoditas yang ada dan kebutuhan komoditas masyarakat. Sehingga terkadang petani menyimpang dari yang seharusnya dilakukan. Petani merupakan produsen bahan pangan. Masyarakat atau pembeli pasar merupakan konsumen. Sehingga permintaan konsumen harus dapat dipenuhi oleh produsen.
Permasalahan ini dapat diatasi dengan cara meningkatkan layanan informasi untuk petani, mendorong para petani agar lebih giat lagi mencari dan mengumpulkan informasi, dan tidak bekerja sendiri. Kebanyakan petani bekerja sendiri-sendiri, sehingga apabila ada informasi, antar petani banyak yang tidak mengetahuinya.
4. Pemanfaatan teknologi informasi belum menyentuh petani
Masih banyak petani yang belum menggunakan teknologi dalam pertanian. Sehingga petani masih jauh atau ketinggalan dari informasi-informasi terkait pertanian yang terbaru. Petani cenderung mengandalkan informasi yang mereka miliki saja. Mengandalkan cara-cara dari nenek moyang. Di zaman ini, kebanyakan informasi sudah bisa diakses dengan teknologi informasi.
Salah satu contoh Teknologi Informasi Komunikasi yaitu internet. Internet menyajikan dunia secara tanpa batas. Lewat sarana inilah diharapkan dapat digunakan untuk mencari segala informasi yang dibutuhkan dan dapat pula digunakan oleh masyarakat desa untuk meningkatkan kesejahteraan perekonomian melalui korespondensi dengan orang lain atau perusahaan di berbagai penjuru dunia baik Informasi terkini maupun informasi terlama bisa didapat dan dikirimkan dengan cepat. Selama ini masalah yang dihadapi oleh masyarakat desa disebabkan kurangnya informasi yang baru dan tepat. Informasi dari internet berfungsi sebagai langkah awal untuk menyelesaikan masalah yang kemudian ditindaklanjuti dengan kegiatan yang lain.
Internet memberi informasi kepada para petani dalam pemeliharaan tanaman dan hewan, pemberian pupuk, irigasi, ramalan cuaca dan harga pasaran. Manfaat internet menguntungkan para petani dalam hal kegiatan advokasi dan kooperasi.
Internet juga bermanfaat untuk mengkoordinasikan penanaman agar selalu ada persediaan di pasar, lebih teratur dan harga jual normal. Jika para petani memerlukan informasi khusus yang tidak dapat segera dilayani para petugas penyuluhan pertanian, maka mereka bisa mendapatkan informasi tersebut dari internet.
Dengan lancarnya arus informasi, keterlambatan dan miskomunikasi mengenai penanaman, pemupukan, penyemprotan, pemanenan, pengeringan, dan penjualan hampir tidak terjadi lagi. Koperasi dapat mengetahui kebutuhan mingguan para petani secara akurat dan menjadwalkannya dengan baik, musim panen dapat dirotasi, harga lebih stabil, sementara koperasi dapat menjadi pengumpul dan pemasar hasil produksi langsung kepada konsumen akhir. Peran tengkulak dan pengijon secara bertahap dieliminasi.Harapannya TIK ini dapat digunakan oleh sebanyak mungkin petani Indonesia atau bahkan para petani di dunia agar produktivitas padi mereka meningkat, dan dijadikan sebagai alat pengembangan pertanian, demikian pula untuk kesejahteraan hidupnya.
5. Minat petani mencari informasi lemah
Adomi (2003) menemukan bahwa petani di pedesaan cenderung lemah dalam menyadari kebutuhan informasi secara spesifik terkait dengan akses kebutuhan saprodi, akses informasi pasar, informasi pascapanen dan informasi lainnya. Ketika gagal panen terjadi atau nilai jual hasil pertanian sangat rendah, petani tidak dapat berbuat banyak. Petani juga seringkali mengulangi kesalahan yang sama, karena tidak benar-benar memahami apa akar permasalahan yang menyebabkan gagal panen atau nilai jual hasil pertanian yang rendah. Petani belum terbiasa mencari informasi dari luar, terkait permasalahan yang dialami guna menemukan pemecahan masalah.
Selain itu, petani juga tidak terbiasa mencatat setiap hal yang dilakukan atau dialami selama melakukan kegiatan pertanian. Seperti kapan periode tanam sampai panen dari setiap varietas yang ditanam, kondisi alam pada saat periode tanam sampai panen, masalah apa saja yang dihadapi, tinggi rendahnya harga jual saat panen dan sebagainya.
Oleh karena itu, petani perlu melakukan literasi, salah satunya literasi informasi. Literasi sendiri berasal dari bahasa latin, literatus yang berarti “a learned person” atau orang yang belajar. Sedangkan menurut National Institute for Literacy, Literasi adalah “Kemampuan individu untuk membaca, menulis, berbicara, menghitung dan memecahkan masalah pada tingkat keahlian yang diperlukan dalam pekerjaan, keluarga dan masyarakat.”
Definisi ini memaknai Literasi dari perspektif yang lebih kontekstual. Dari definisi ini, terkandung makna bahwa definisi Literasi tergantung pada keterampilan yang dibutuhkan dalam lingkungan tertentu.
Selanjutnya, literasi informasi menurut Hasugian (2008) adalah bagian dari kegiatan pemberdayaan masyarakat di bidang informasi. Literasi informasi merupakan kemampuan mencari, mengevaluasi, dan menggunakan informasi yang dibutuhkan secara efektif. Pada dasarnya literasi informasi bukan kemampuan atau keterampilan baru, namun pada era keterbukaan informasi, literasi informasi merupakan tuntutan keterampilan yang harus dimiliki.
Keluasan informasi pertanian yang ada, melalui berbagai macam media, mulai dari media interpersonal, media kelompok, media massa, media sosial. Bahkan media baru platform perlu sejajar dengan kemampuan petani dalam mengakses informasi tersebut, agar muncul peningkatan kapasitas dan kapabilitasnya dalam berusaha tani.
Literasi informasi pertanian perlu ditanamkan oleh para pemangku kepentingan sektor pertanian. Seperti peneliti, pembuat kebijakan, penyuluh dan lainnya karena kecepatan dan kemudahan memperoleh informasi oleh petani hanya akan diperoleh jika petani sadar. Bahwa, mereka secara mandiri adalah pencari informasi yang diharapkan memiliki kompetensi dalam literasi informasi.
Ketika petani aktif melakukan literasi informasi, petani dapat menyelesaikan berbagai permasalahan dalam bidang pertanian. Dapat menemukan berbagai inovasi untuk mengoptimalkan produksi dan pengolahan hasil pertanian. Serta, strategi-strategi pemasaran tertentu untuk meningkatkan nilai jualnya. Hal ini sangat berguna bagi pemenuhan kebutuhan pangan dan pemerataannya ke seluruh wilayah Indonesia.
6. Penggunaan media informasi pertanian belum meluas
Pertanian termasuk sektor yang sangat penting bagi negara. Karena merupakan penghasil bahan pangan. Namun tidak semua petani mendapatkan informasi yang tepat. Masih banyak petani yang belum mendapatkan informasi terkini mengenai pertanian. Petani-petani di desa masih ada yang belum menggunakan media informasi, seperti internet, televisi, dan radio. Sehingga dapat disimpulkan bahwa penggunaan media informasi belum menyebar rata.
Hal ini tentu dapat merugikan petani itu sendiri. Karena petani tersebut belum mendapatkan informasi terkini. Maka penyuluh pertanian harus lebih menggalakkan mengenai media informasi tersebut. Dan petani juga harus berinisiatif untuk menggunakan media informasi. Karena perkembangan informasi lebih banyak dibagikan dengan media.
Posting Komentar untuk "Informasi Pertanian Terhadap Petani"