Masalah Dan Solusi Permodalan Petani Untuk Memulai Usaha Pertanian
A. Masalah Modal
Pertanian di Indonesia masih banyak yang mengunakan alat-alat secara tradisional tidak seperti Negara lainnya sebagian petaninya sudah mengunakan teknologi modern, tidak seperti petani Indonesia masih banyak yang kekurangan modal sehingga petani-petani Indonesia tidak dapat banyak untuk mengelolah pertaniannya. Sehingga petani Indonesia hanya biasa mengelola pertaniannya seadanya karena keadaan modal yang sangat minim.
Disini kelompok kami akan mengulas satu persatu tentang permasalah modal yang terjadi pada petani Indonesia. Sehingga kita tahu permasalah dan mecari solusinya, agar petani Indonesia tidak lagi kesulitan dalam masalah modal. Agar petani Indonesia dapat mengembangkan hasil pertaniannya.
Inilah masalah-masalah yang harus kita ulas :
1. Petani Kurang Modal
Ciri khas dari kehidupan petani adalah perbedaan pola penerimaan, pendapatan, dan pengeluarannya. Hasil produksi hanya diterima petani setiap musim sedangkan pengeluaran harus diadakan setiap hari, setiap minggu atau kadang-kadang dalam waktu yang sangat mendesak seperti kematian, pesta perkawinan dan selamatan lainnya.pada waktu yang dipelukan seangkan petani gurem (tidak berlahan dan penguasaan lahan sempit) masih kesulitan untuk menyimpan hasil sehingga petani kekurangan modal.
Masalah uatama dalam penyediaan kredit kepetani gurem adalah adanya jurang pemisah antara penyaluran dengan penerimaan kredit. Banyak lembaga permodalan dengan berbagai skim kreditnya ditawarkan pada petani, tapi pada kenyataanya hanya dapat diakses oleh kelompok masyarakat tertentu sedangkan petani kecil masih tetapkesulitan. !ata Bank "ndonesia (BI) menunjukkan hingga akhir 2012, total kredit yang disalurkan perbankan mencapai Rp 2.725 triliun. Dari total kredit tersebut yangdisalurkan ke sektor Usaha Mikro kecil dan Menengah (UMKM) hanya sekitar sedangkanke sektor pertanian hanya sekitar 19.31 persenatau sekitar Rp 526,4 triliun. Dari 526,4 triliun kredit untuk UMKM ini yang paling banyak disalurkan kesektor perdagangan sebesar 47,2 persen, sedangkan ke sector pertanian hanya 7,73 persen atau sebesar rp 40,70 triliun. “untuk sector pertanian umumnya lari ke perkabunan kelapa sawit dan tebu. Sulitnya petani mendapatkan akses modal menyebabkan keterpurukan sector pertanian taka da habisnya.
2. System Perbankan yang Kurang Peduli Terhadap Petani
Profesi petani kurang mendapat kepercayaan dari bank untuk mendapatkan suntikan dana. Hal ini dikarenakan penghasilan petani dinilai terlalu kecil dan tak punya agunan memadai jaminan pinjaman. Berbagai kredit program yang dikembangkan untuk usah pertanian seperti ketahanan pangan-energi (KKP-E). Kredit Pengembangan Energi Nabati dan Revitalis Perkebunan (KPEN-RP). Kredit Usaha Rakyat Pembibitan Sapi (KUPS) dan Kredit Usaha Rakyat (KUR) perkembangannya masih jauh dari harapan. Meskipun pemerintah telah berkali-kali menyatakan pinjaman KUR bias tidak pakai angunan. Tetapi dalam pelaksaannya, bank tidak akan memberikan kredit kepada petani kalau tidak ada angunan. Pihak perbankan meyakini bahwa sektor pertanian di Indonesia yang belum dikelolah dengan sekalah industri salah satu kekhawatiran perbankan dalam memberikan kredit kesektor pertanian. Sebab, resiko gagal panen dan biaya produksi semakin tinggi. Kerumitan masalah administrasi dan angunan menjadi suatu Kendala bagi petani untuk mengajukan kredit ke perbankan. Selain itu petani juga malas untuk beurusan dengan administrasi yng terlihat rumit sehingga petani lebih memilih untuk mendapat pinjaman modal dari renternir dengan bunga yang sangat tinggi serta tanpa jaminan.
3. Terbatas/belum Ada Asuransi Pertanian
Dunia asuransi saat ini sudah begitu berkembang, namun pada saat yang sama asuransi masih sedikit sekali menyentuh dunia pertanian terutama di Negara kita. Padahal seperti yang diketahui, sektor pertanian secara umum adalah leading sector di Indonesia. Tercatat lebih dari 50% penduduk Indonesia mengantungkan hidupnya di sektor ini, bukan haya menyediakan bahan pangan saja tetapi sektor pertanian juga menyediakan lapangan kerja yang cukiup besar. Sektor pertanian juga dikenal telah menyediakan 48 juta lapangan kerja, menyediakan bahan baku industri serta penyedia bahan baku ekspor baik mentah ataupun olahan.
Berusaha di bidang pertanian secara umum mempunyai potensi yang tinggi, namun resikonya juga sangat besar. Usaha pertanian memiliki karakteristik sebagai usaha yang penuh resiko terhadap dunia alam, bersifat biologis dan musiman, rentan terhadap serangan hama dan penyakit, yang kesemuanya secara bersama-sama maupun sendiri-sendiri dapat menyebabkan kerugian. Oleh karena sudah selayaknya usaha pertanian juga mendapat perhatian khusus untuk memperkecil resiko, dalam hal ini dengan manajemen resiko dalam bentuk asuransi, yang kita sebut dengan asuransi pertanian.
Asuransi pertanian adalah mekanisme finansial yang akan membantu mengelola kerugian petani akibat bencana alam atau iklim yang tidak mendukung di luar kemampuan petani untuk mengendalikannya. Manajemen resiko di bidang pertanian adalah masalah yang sangat penting dalam investasi dan keputusan finansial petani. Program ansuransi sangat bergantung pada racio cost/benefit bagi petani, pengusaha petani dan penyediaan jasa asuransi dan yang tidak kalah pentingnya adalah asuransi yang diberikan didasarkan pada pertimbangan apakah biaya asuransi tersebut cukup efektif dalam menanggung sebuah resiko.
Secara umum tujuan asuransi untuk sektor pertanian adalah untuk memberikan proteksi atau penganti terhadap resiko gagal panen akibat serangan hama, penyakit, ataupun bencana alam. Asuransi pertanian ini diharapkan dapattingkat produksi bahkan sampai pada perbaikan situasi ekonomi maupun perusahaan penyedia jasa asuransi.
Sebagi salah satu bentuk usaha yang dimiliki resiko pertanian, sudah selayaknya diperlukan suatu bentuk asuransi usaha yang tepat bagi petani. Resiko-resiko pertanian yang bias melnda usha ini adalah yang yang beakibat kepada gagal pnen yang beasal dari kejadian perubahan iklim ekstrim, serangan hama atau rendahnya penggunaan teknologi pertanian. Jika hal ini tidak dapat di antisipasi dengan tepat, maka hal ini dapat melemahkan semangat petani untuk tetap melaksanakan kegiatan pertanian.
Petani dalam kemampuanya beradaptasi dengan permasalahan ini dan dalam mengembangkan usahanya selalu terkendala oleh modal, penguasaan teknologi dan akses pasar. Pendekatan konvensional dengan menerapkan salah satu kombinasi strategi produksi, pemasaran, finansial, dan pemanfaatannya kredit informal di perkirakan kurang efektif. Oleh karena itu diperlukan sistem proteksi melalui pengembangan asuransi pertanian.
Asransi pertanian ini dilakukan dalam upaya untuk melindungi petani dari kegagalan panen dan saat tejadi over supply, dalam ranmka melindungi simpanan masyarakat di bank. Banyak petani telah mengetahui program asuransi , namun hampir tidak ada petani yang membeli polis asuransi dalam alasan:
Menurut Faried Wijaya (1991), ijon, merupakan bentuk perkreditan informal yang berkembang di pedesaan. Transaksi ijon tidak seragam dan bervariasi, tetapi secara umum ijon adalah bentuk kredit uang yang dibayar kembali dengan hasil panen. Ini merupakan “pengaddaian” tanaman yang masih hijau, artinya belum siap waktunya untuk di petik, dipanen atau di tuai. Tingkat bunga kredit jika di perhitungkan pada waktunya pengembalian akan sangat tinggi, antara 10 sampai dengan 40 persen. Umumnya pemberi kredit merangkap pedagang hasil panen yang menjadi pengembalian hutang.
Prktek ijon yang dilakukan pedagang/tengkulak hasil pertanian sudah mangkar dan menjadi perdagangan hasil pertanian di pedesaan. Praktek ijon pada komoditas pertanian melibatkan banyak actor dalam mata ranti yang berperan sebagi distributor pinjaman sekaligus pengepul hasil pertanian dengan system multi level. Tengkulak lah biasanya terbagi menjadi beberapa level yang menceminkan tingkat kekuatan modalnya. Tengkulak kecamatan memiliki beberapa bawahan tengkulak desa, begitu seterusnya sampai level dusun. Modal yang dipinjamkan sampai dengan petani merupakan milik pemodal besar di tingkat kabupaten, sementara tengkulak kecamatan, desa dan dusun hanya mendistribusikan.
Petani meminjam uang dan mengijonkan tanamannya untuk kebutuhan konsuntif dan jangka pendek. Budaya konsumeris yang merebak sampai pelosok pedesaan juga menjadi faktor pendorong maraknya system ijon. Dalam beberapa kasus, petani meminjam uang anggap sebagi penolong. Di daerah pedesaan, hubungan petani dan tengkulak merasa sebai satu keluarga yang salng tolong menolong, dan saling menjaga kepercayaan.hal ini yang jeli di manfaatkan pemodal besar dari luar daerah sehingga eksploitasi yang dilakukan tersamar dengan hubungan kekeluargaan dan sling tolong menolong. Petani sendiri merasa di rugikan tetapi juga diuntungkan. Mereka merasa rugi karena seharusnya dia bias mendapat hasil lebih jika tanamanya tidak diijonkan, namun mereka merasa untung juga dengan adanya pengijon, karena jika mendesak, mereka cepat mendapatkan uang.
Prosedur pinjaman dengan system ijon memang mudah, luwes dan informal, tidak terkait waktu dan tempat. Hal ini yang menjadi daya tarik untuk memperoleh pinjaman dengan cepat dan praktis. Alas an mengunakan system ijon bukan sekedar derasnya modal yang ingin mengeksploitasikan petani, namun juga karena persoalan budaya dan pola pikir masyarakat yang tidak berkembang.
Tengkulak sebagai kreditor dan pembeli hasil produk pertanian mendapatkan keuntungan berlipat. Keuntungan tersebut didapat dari bunga dan pinjaman yang diberikan, dan keuntungan dari selisih harga beli di petani dengan harga jual pasar kosumen. Tengkulak leluasa membeli hasil panen petani dengan harga rendah karena posisi tawar menawar sangat kuat di hadapan petani. Walaupun harga akan bergerak sesuai permintaan dan penawaran barang selisih keuntungan akan lebih banyak di nikmati tengkulak atau pengepul. Sebaliknya petani akan dirugikan karena terbebani hutang dengan bunga pinjaman tinggi, serta dirugikan untuk mendapatkan kesempatan memperoleh harga yang layak bagi hasil panen.
5. Belum Ada Bank Pertanian
Untuk mempercepat pemberdayaan sektor pertanian di perlukan adanya suatu pembiayaan/keuangan khusus membiayai kegiatan usaha sektor-sektor produktif pertanian, terutama bagi usaha pertanian produktif skala mikro dan kecil. Lembaga tersebut mengadopsi model pembiayaan perbankan yang ada saat ini. Usulan ini menarik, mengingat secara rata-rata penyaluran pembiayaan/kredit pertanian disbanding sektor lain (perdagangan, kontruksi, jasa dll) masih cukup rendah, yaitu hanya berkisaran dibawah 10%. Salah satu penyebabnya qdalah karena pembiayaan kegiatan usaha pertanian, bila dilihat dari sisi resiko pembiayaanya, relative lebih besar ketimbang sektor lain. Sehingga bagi perbangkan hal ini menjadi acuan mendasar sebelum memutuskan kredit, selain maslah collateral (agunan).
Bank pertanian adalah bank atau lembaga keuangan yang mengkhususkan diri untuk memberikan pinjaman bagi petani dan nelayan. Nbank pertanian dapat dimiliki oleh Negara maupun di kelolah oleh swasta.
Di Indonesia wacana kemunculan bank pertanian mulai ramai di pertengahan 2014 setelah diketahui bahwa bank umum hanya menyalurkan sejumlah kecil kredit pada uasaha pertanian. Meski demikian, keberadaan bank pertanian di Indonesia disarankan oleh Institut Pertanian Bogor, diinginkan oleh materi pertanian republic Indonesia, dan di butuhkan oleh petani dan nelayan sejaterah Indonesia.
Tujuan pembentukan bank ini adalah sebagi pemberdayaan dan pengembangan usaha pertanian yang lebih berpihak pada petani skalah mikro dan kecil yang sangat perlu untuk didukung. Yang perly dikaji adalah model, peran dan sekema bisnis pertanian yang aka di kelolah oleh bank pertanian ini.
B. Solusi Terhadap permaslahan modal Petani di Indonesia
1. Kesadaran Petani yang Berorietasi Ke Depan
Hal ini penting dalam pengurangan permaslahanmodal ialah esadaran dari petani sendiri untuk maju dan berkembang. Petani harus membangkitkan kesadaranya dan mulai merubah prilakunya. Hidup hemat, menabung, memanfaatkan fasilitas kredit yang di berikan pemerintah atau lembaga keuangan mikro lainya, dan membentuk wadah bersama petani untuk menyelesaikan persoalan-persoalan ekonomi produksi dan konsumsi. Petani harus paandai milih pinjaman mana yang paling banyak me,berikan keuntungan dengan bunga yang rendah. Petani tidak harus meminjam pada tengkulak.
2. Mendorong Peran Lembaga Keuangan (Bank Dan Non-bank) untuk Masuk Sektor Pertanin dengan sekemah yang menguntungkan petani
Lembaga keuangan baik bank maupun non-bank sebaiknya tidak mempersulit dalam pijaman kredit hanya karena menganggap sektor pertanian belum berorientasi skala industri, resiko gagalnya panen, dan biaya produksi semakin meningkat. Pihak perbankan bias memberikan pinjaman kredit kepada petani dengan sesuai syarat kemampuan petani. Petani mengharapkan kredit dengan waktu pengembaliannya sesuai dengan waktu petan panen, sehingga jatuh tempo petani memiliki uang untuk membayar modal yang di pinjam.
3. Mendorong Penguatan Modal Kolektif Petani
Upaya menaikan daya tawar petani produsen harus dilakukan dengan konsolidasi petani produsen dalam satu wadah yang menyatukan gerak ekonomi dalam setiap rantai pertanian, dari para produksi sampai pemasaran.
4. Mendorong Peran Tengkulak Untuk Membangun Kemitraan Yang Adil dan Peduli Petani
Tengkulak sebaiknya tidak memanfaatkan modal yang dipinjamkan pada petani dengan memberikan harga beli yang terlalu rendah dan juga tidak boleh curng dalam hal timbangan pada hasil panen.
5. Merealisasikan Subsidi Pertanian Yang Tepat Sasaran Bersifat Produktif
Subsidi pertanian sebaiknya digunakan sebaik-baiknya mengingat subsidi yang diberikan tidak terlalu banyak. Subsidi di salurkan kepada petani kecil yang benar-benar membutuhkan.
Pertanian di Indonesia masih banyak yang mengunakan alat-alat secara tradisional tidak seperti Negara lainnya sebagian petaninya sudah mengunakan teknologi modern, tidak seperti petani Indonesia masih banyak yang kekurangan modal sehingga petani-petani Indonesia tidak dapat banyak untuk mengelolah pertaniannya. Sehingga petani Indonesia hanya biasa mengelola pertaniannya seadanya karena keadaan modal yang sangat minim.
Inilah masalah-masalah yang harus kita ulas :
1. Petani Kurang Modal
Ciri khas dari kehidupan petani adalah perbedaan pola penerimaan, pendapatan, dan pengeluarannya. Hasil produksi hanya diterima petani setiap musim sedangkan pengeluaran harus diadakan setiap hari, setiap minggu atau kadang-kadang dalam waktu yang sangat mendesak seperti kematian, pesta perkawinan dan selamatan lainnya.pada waktu yang dipelukan seangkan petani gurem (tidak berlahan dan penguasaan lahan sempit) masih kesulitan untuk menyimpan hasil sehingga petani kekurangan modal.
Masalah uatama dalam penyediaan kredit kepetani gurem adalah adanya jurang pemisah antara penyaluran dengan penerimaan kredit. Banyak lembaga permodalan dengan berbagai skim kreditnya ditawarkan pada petani, tapi pada kenyataanya hanya dapat diakses oleh kelompok masyarakat tertentu sedangkan petani kecil masih tetapkesulitan. !ata Bank "ndonesia (BI) menunjukkan hingga akhir 2012, total kredit yang disalurkan perbankan mencapai Rp 2.725 triliun. Dari total kredit tersebut yangdisalurkan ke sektor Usaha Mikro kecil dan Menengah (UMKM) hanya sekitar sedangkanke sektor pertanian hanya sekitar 19.31 persenatau sekitar Rp 526,4 triliun. Dari 526,4 triliun kredit untuk UMKM ini yang paling banyak disalurkan kesektor perdagangan sebesar 47,2 persen, sedangkan ke sector pertanian hanya 7,73 persen atau sebesar rp 40,70 triliun. “untuk sector pertanian umumnya lari ke perkabunan kelapa sawit dan tebu. Sulitnya petani mendapatkan akses modal menyebabkan keterpurukan sector pertanian taka da habisnya.
2. System Perbankan yang Kurang Peduli Terhadap Petani
Profesi petani kurang mendapat kepercayaan dari bank untuk mendapatkan suntikan dana. Hal ini dikarenakan penghasilan petani dinilai terlalu kecil dan tak punya agunan memadai jaminan pinjaman. Berbagai kredit program yang dikembangkan untuk usah pertanian seperti ketahanan pangan-energi (KKP-E). Kredit Pengembangan Energi Nabati dan Revitalis Perkebunan (KPEN-RP). Kredit Usaha Rakyat Pembibitan Sapi (KUPS) dan Kredit Usaha Rakyat (KUR) perkembangannya masih jauh dari harapan. Meskipun pemerintah telah berkali-kali menyatakan pinjaman KUR bias tidak pakai angunan. Tetapi dalam pelaksaannya, bank tidak akan memberikan kredit kepada petani kalau tidak ada angunan. Pihak perbankan meyakini bahwa sektor pertanian di Indonesia yang belum dikelolah dengan sekalah industri salah satu kekhawatiran perbankan dalam memberikan kredit kesektor pertanian. Sebab, resiko gagal panen dan biaya produksi semakin tinggi. Kerumitan masalah administrasi dan angunan menjadi suatu Kendala bagi petani untuk mengajukan kredit ke perbankan. Selain itu petani juga malas untuk beurusan dengan administrasi yng terlihat rumit sehingga petani lebih memilih untuk mendapat pinjaman modal dari renternir dengan bunga yang sangat tinggi serta tanpa jaminan.
3. Terbatas/belum Ada Asuransi Pertanian
Dunia asuransi saat ini sudah begitu berkembang, namun pada saat yang sama asuransi masih sedikit sekali menyentuh dunia pertanian terutama di Negara kita. Padahal seperti yang diketahui, sektor pertanian secara umum adalah leading sector di Indonesia. Tercatat lebih dari 50% penduduk Indonesia mengantungkan hidupnya di sektor ini, bukan haya menyediakan bahan pangan saja tetapi sektor pertanian juga menyediakan lapangan kerja yang cukiup besar. Sektor pertanian juga dikenal telah menyediakan 48 juta lapangan kerja, menyediakan bahan baku industri serta penyedia bahan baku ekspor baik mentah ataupun olahan.
Berusaha di bidang pertanian secara umum mempunyai potensi yang tinggi, namun resikonya juga sangat besar. Usaha pertanian memiliki karakteristik sebagai usaha yang penuh resiko terhadap dunia alam, bersifat biologis dan musiman, rentan terhadap serangan hama dan penyakit, yang kesemuanya secara bersama-sama maupun sendiri-sendiri dapat menyebabkan kerugian. Oleh karena sudah selayaknya usaha pertanian juga mendapat perhatian khusus untuk memperkecil resiko, dalam hal ini dengan manajemen resiko dalam bentuk asuransi, yang kita sebut dengan asuransi pertanian.
Asuransi pertanian adalah mekanisme finansial yang akan membantu mengelola kerugian petani akibat bencana alam atau iklim yang tidak mendukung di luar kemampuan petani untuk mengendalikannya. Manajemen resiko di bidang pertanian adalah masalah yang sangat penting dalam investasi dan keputusan finansial petani. Program ansuransi sangat bergantung pada racio cost/benefit bagi petani, pengusaha petani dan penyediaan jasa asuransi dan yang tidak kalah pentingnya adalah asuransi yang diberikan didasarkan pada pertimbangan apakah biaya asuransi tersebut cukup efektif dalam menanggung sebuah resiko.
Secara umum tujuan asuransi untuk sektor pertanian adalah untuk memberikan proteksi atau penganti terhadap resiko gagal panen akibat serangan hama, penyakit, ataupun bencana alam. Asuransi pertanian ini diharapkan dapattingkat produksi bahkan sampai pada perbaikan situasi ekonomi maupun perusahaan penyedia jasa asuransi.
Sebagi salah satu bentuk usaha yang dimiliki resiko pertanian, sudah selayaknya diperlukan suatu bentuk asuransi usaha yang tepat bagi petani. Resiko-resiko pertanian yang bias melnda usha ini adalah yang yang beakibat kepada gagal pnen yang beasal dari kejadian perubahan iklim ekstrim, serangan hama atau rendahnya penggunaan teknologi pertanian. Jika hal ini tidak dapat di antisipasi dengan tepat, maka hal ini dapat melemahkan semangat petani untuk tetap melaksanakan kegiatan pertanian.
Petani dalam kemampuanya beradaptasi dengan permasalahan ini dan dalam mengembangkan usahanya selalu terkendala oleh modal, penguasaan teknologi dan akses pasar. Pendekatan konvensional dengan menerapkan salah satu kombinasi strategi produksi, pemasaran, finansial, dan pemanfaatannya kredit informal di perkirakan kurang efektif. Oleh karena itu diperlukan sistem proteksi melalui pengembangan asuransi pertanian.
Asransi pertanian ini dilakukan dalam upaya untuk melindungi petani dari kegagalan panen dan saat tejadi over supply, dalam ranmka melindungi simpanan masyarakat di bank. Banyak petani telah mengetahui program asuransi , namun hampir tidak ada petani yang membeli polis asuransi dalam alasan:
- Tidak mampu membayar premi.
- Tidak percaya pada perusahaan asuransi.
- Repot mengurusnya
Menurut Faried Wijaya (1991), ijon, merupakan bentuk perkreditan informal yang berkembang di pedesaan. Transaksi ijon tidak seragam dan bervariasi, tetapi secara umum ijon adalah bentuk kredit uang yang dibayar kembali dengan hasil panen. Ini merupakan “pengaddaian” tanaman yang masih hijau, artinya belum siap waktunya untuk di petik, dipanen atau di tuai. Tingkat bunga kredit jika di perhitungkan pada waktunya pengembalian akan sangat tinggi, antara 10 sampai dengan 40 persen. Umumnya pemberi kredit merangkap pedagang hasil panen yang menjadi pengembalian hutang.
Prktek ijon yang dilakukan pedagang/tengkulak hasil pertanian sudah mangkar dan menjadi perdagangan hasil pertanian di pedesaan. Praktek ijon pada komoditas pertanian melibatkan banyak actor dalam mata ranti yang berperan sebagi distributor pinjaman sekaligus pengepul hasil pertanian dengan system multi level. Tengkulak lah biasanya terbagi menjadi beberapa level yang menceminkan tingkat kekuatan modalnya. Tengkulak kecamatan memiliki beberapa bawahan tengkulak desa, begitu seterusnya sampai level dusun. Modal yang dipinjamkan sampai dengan petani merupakan milik pemodal besar di tingkat kabupaten, sementara tengkulak kecamatan, desa dan dusun hanya mendistribusikan.
Petani meminjam uang dan mengijonkan tanamannya untuk kebutuhan konsuntif dan jangka pendek. Budaya konsumeris yang merebak sampai pelosok pedesaan juga menjadi faktor pendorong maraknya system ijon. Dalam beberapa kasus, petani meminjam uang anggap sebagi penolong. Di daerah pedesaan, hubungan petani dan tengkulak merasa sebai satu keluarga yang salng tolong menolong, dan saling menjaga kepercayaan.hal ini yang jeli di manfaatkan pemodal besar dari luar daerah sehingga eksploitasi yang dilakukan tersamar dengan hubungan kekeluargaan dan sling tolong menolong. Petani sendiri merasa di rugikan tetapi juga diuntungkan. Mereka merasa rugi karena seharusnya dia bias mendapat hasil lebih jika tanamanya tidak diijonkan, namun mereka merasa untung juga dengan adanya pengijon, karena jika mendesak, mereka cepat mendapatkan uang.
Prosedur pinjaman dengan system ijon memang mudah, luwes dan informal, tidak terkait waktu dan tempat. Hal ini yang menjadi daya tarik untuk memperoleh pinjaman dengan cepat dan praktis. Alas an mengunakan system ijon bukan sekedar derasnya modal yang ingin mengeksploitasikan petani, namun juga karena persoalan budaya dan pola pikir masyarakat yang tidak berkembang.
Tengkulak sebagai kreditor dan pembeli hasil produk pertanian mendapatkan keuntungan berlipat. Keuntungan tersebut didapat dari bunga dan pinjaman yang diberikan, dan keuntungan dari selisih harga beli di petani dengan harga jual pasar kosumen. Tengkulak leluasa membeli hasil panen petani dengan harga rendah karena posisi tawar menawar sangat kuat di hadapan petani. Walaupun harga akan bergerak sesuai permintaan dan penawaran barang selisih keuntungan akan lebih banyak di nikmati tengkulak atau pengepul. Sebaliknya petani akan dirugikan karena terbebani hutang dengan bunga pinjaman tinggi, serta dirugikan untuk mendapatkan kesempatan memperoleh harga yang layak bagi hasil panen.
5. Belum Ada Bank Pertanian
Untuk mempercepat pemberdayaan sektor pertanian di perlukan adanya suatu pembiayaan/keuangan khusus membiayai kegiatan usaha sektor-sektor produktif pertanian, terutama bagi usaha pertanian produktif skala mikro dan kecil. Lembaga tersebut mengadopsi model pembiayaan perbankan yang ada saat ini. Usulan ini menarik, mengingat secara rata-rata penyaluran pembiayaan/kredit pertanian disbanding sektor lain (perdagangan, kontruksi, jasa dll) masih cukup rendah, yaitu hanya berkisaran dibawah 10%. Salah satu penyebabnya qdalah karena pembiayaan kegiatan usaha pertanian, bila dilihat dari sisi resiko pembiayaanya, relative lebih besar ketimbang sektor lain. Sehingga bagi perbangkan hal ini menjadi acuan mendasar sebelum memutuskan kredit, selain maslah collateral (agunan).
Bank pertanian adalah bank atau lembaga keuangan yang mengkhususkan diri untuk memberikan pinjaman bagi petani dan nelayan. Nbank pertanian dapat dimiliki oleh Negara maupun di kelolah oleh swasta.
Di Indonesia wacana kemunculan bank pertanian mulai ramai di pertengahan 2014 setelah diketahui bahwa bank umum hanya menyalurkan sejumlah kecil kredit pada uasaha pertanian. Meski demikian, keberadaan bank pertanian di Indonesia disarankan oleh Institut Pertanian Bogor, diinginkan oleh materi pertanian republic Indonesia, dan di butuhkan oleh petani dan nelayan sejaterah Indonesia.
Tujuan pembentukan bank ini adalah sebagi pemberdayaan dan pengembangan usaha pertanian yang lebih berpihak pada petani skalah mikro dan kecil yang sangat perlu untuk didukung. Yang perly dikaji adalah model, peran dan sekema bisnis pertanian yang aka di kelolah oleh bank pertanian ini.
B. Solusi Terhadap permaslahan modal Petani di Indonesia
1. Kesadaran Petani yang Berorietasi Ke Depan
Hal ini penting dalam pengurangan permaslahanmodal ialah esadaran dari petani sendiri untuk maju dan berkembang. Petani harus membangkitkan kesadaranya dan mulai merubah prilakunya. Hidup hemat, menabung, memanfaatkan fasilitas kredit yang di berikan pemerintah atau lembaga keuangan mikro lainya, dan membentuk wadah bersama petani untuk menyelesaikan persoalan-persoalan ekonomi produksi dan konsumsi. Petani harus paandai milih pinjaman mana yang paling banyak me,berikan keuntungan dengan bunga yang rendah. Petani tidak harus meminjam pada tengkulak.
2. Mendorong Peran Lembaga Keuangan (Bank Dan Non-bank) untuk Masuk Sektor Pertanin dengan sekemah yang menguntungkan petani
Lembaga keuangan baik bank maupun non-bank sebaiknya tidak mempersulit dalam pijaman kredit hanya karena menganggap sektor pertanian belum berorientasi skala industri, resiko gagalnya panen, dan biaya produksi semakin meningkat. Pihak perbankan bias memberikan pinjaman kredit kepada petani dengan sesuai syarat kemampuan petani. Petani mengharapkan kredit dengan waktu pengembaliannya sesuai dengan waktu petan panen, sehingga jatuh tempo petani memiliki uang untuk membayar modal yang di pinjam.
3. Mendorong Penguatan Modal Kolektif Petani
Upaya menaikan daya tawar petani produsen harus dilakukan dengan konsolidasi petani produsen dalam satu wadah yang menyatukan gerak ekonomi dalam setiap rantai pertanian, dari para produksi sampai pemasaran.
4. Mendorong Peran Tengkulak Untuk Membangun Kemitraan Yang Adil dan Peduli Petani
Tengkulak sebaiknya tidak memanfaatkan modal yang dipinjamkan pada petani dengan memberikan harga beli yang terlalu rendah dan juga tidak boleh curng dalam hal timbangan pada hasil panen.
5. Merealisasikan Subsidi Pertanian Yang Tepat Sasaran Bersifat Produktif
Subsidi pertanian sebaiknya digunakan sebaik-baiknya mengingat subsidi yang diberikan tidak terlalu banyak. Subsidi di salurkan kepada petani kecil yang benar-benar membutuhkan.
Posting Komentar untuk "Masalah Dan Solusi Permodalan Petani Untuk Memulai Usaha Pertanian"