Dampak Perubahan Iklim Dan Cuaca Terhadap Tanaman
A. Definisi Perubahan Iklim
Iklim adalah kondisi rata-rata cuaca berdasarkan waktu yang panjang untuk suatu lokasi di bumi atau planet lain. Studi tentang iklim dipelajari dalam klimatologi.
Iklim di suatu tempat di bumi dipengaruhi oleh letak geografis dan topografi tempat tersebut. Pengaruh posisi relatif matahariterhadap suatu tempat di bumi menimbulkan musim, suatu penciri yang membedakan iklim satu dari yang lain. Perbedaan iklim menghasilkan beberapa sistem klasifikasi iklim.
Berdasarkan posisi relatif suatu tempat di bumi terhadap garis khatulistiwa dikenal kawasan-kawasan dengan kemiripan iklim secara umum akibat perbedaan dan pola perubahan suhu udara, yaitu kawasan tropika(23,5°LU-23,5°LS), subtropika (23,5°LU-40°LU dan 23°LS-40°LS), sedang (40°LU-66,5°LU dan 40°LS-66,5°LS), dan kutub (66,5°LU-90°LU dan 66,5°LS-90°LS).
Musim di Indonesia terbagi menjadi 2 macam, yaitu musim hujan dan musim kemarau. Pembagian 2 musim di Indonesia karena negara Indonesia memiliki iklim tropis.
Perubahan iklim adalah perubahan jangka panjang dalam distribusi pola cuaca secara statistik sepanjang periode waktu mulai dasawarsa hingga jutaan tahun. Istilah ini bisa juga berarti perubahan keadaan cuaca rata-rata atau perubahan distribusi peristiwa cuaca rata-rata, contohnya, jumlah peristiwa cuaca ekstrem yang semakin banyak atau sedikit. Perubahan iklim terbatas hingga regional tertentu atau dapat terjadi di seluruh wilayah Bumi.
Dalam penggunaannya saat ini, khususnya pada kebijakan lingkungan, perubahan iklim merujuk pada perubahan iklim modern. Perubahan ini dapat dikelompokkan sebagai perubahan iklim antropogenik atau lebih umumnya dikenal sebagai pemanasan global atau pemanasan global antropogenik.
Perubahan iklim terjadi ketika perubahan dalam sistem iklim bumi menghasilkan pola cuaca baru yang bertahan selama setidaknya beberapa dekade, dan mungkin selama jutaan tahun. Sistem iklim terdiri dari lima bagian yang saling berinteraksi, atmosfer (udara), hidrosfer (air), kriosfer (es dan permafrost), biosfer (makhluk hidup), dan litosfer (kerak bumi dan mantel atas). Sistem iklim menerima hampir semua energinya dari matahari, dengan jumlah yang relatif kecil dari interior bumi. Sistem iklim juga memberikan energi ke luar angkasa. Keseimbangan energi yang masuk dan keluar, dan perjalanan energi melalui sistem iklim, menentukan anggaran energi Bumi. Ketika energi yang masuk lebih besar dari energi yang keluar, anggaran energi bumi positif dan sistem iklim memanas. Jika lebih banyak energi keluar, anggaran energi negatif dan bumi mengalami pendinginan.
B. Penyebab Terjadinya Perubahan Iklim
Iklim merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi produksivitas tanaman. Suatu wilayah yang mempunyai iklim berbeda dengan daerah lain akan mempunyai tingkatan berbeda dalam produksivitas tanaman. Selain faktor tanah, iklim merupakan salah satu faktor yang mempunyai pengaruh besar terhadap tanaman, mulai dari cara budidaya, pola bercocok tanam maupun jenis tanaman yang akan di budidayakan.
Setiap tanaman mempunyai syarat tumbuh yang berbeda. Kondisis iklim yang berubah-ubah akan menyebabkan tingkat pertumbuhan yang lambat. Pada masa pembuahan perubahan iklim yang ekstrim pun akan berdampak pada hasil serta kualitas dari tanaman tersebut. Perubahan curah hujan yang tinggi dapat menyebabkan kegagalan panen yang berakibat pada rendahnya produksivitas tanaman itu.
Berikut ini merupakan faktor penyebab terjadinya perubahan iklim
1. Kerusakan Lapisan Ozon.
Ozon adalah sebuah bentuk oksigen dengan tiga atom. Biasanya oksigen terdiri atas dua atom (O2). Kebanyakan ozon di bumi terdapat di lapisan ozon kira-kira 20 mil keatas dari permukaan bumi. Lapisan ini disebut Stratosfer. Ozon berfungsi melindungi bumi dari radiasi sinar UV, sehingga suhu di permukaan bumi tidak terlalu panas. Secara alami sinar matahari dapat membentuk ozon dan kemudian ozon tersebut melindungi bumi dari dampak buruk radiasi matahari. Namun, banyak faktor yang telah menyebabkan kondisi ozon di stratosfer berubah sehingga terjadi dampak negatif itu. Hal-hal yang menyebabkan perubahan kondisi lapisan ozon adalah sebagai berikut:
Pemantulan sinar matahari oleh permukaan bumi tergantung kepada tebal atau tipisnya lapisan es di kutub. Akan tetapi, ulah manusia dengan membangun bangunan berkaca, beton, dan jalan raya semakin memperbesar pemantulan panas matahari. Penggundulan hutan juga meningkatkan pemantulan itu. Kenapa demikian, hal ini karena pucuk-pucuk pohon yang terbentang luas umumnya berwarna lebih gelap daripada daerah sekitarnya, dengan makin banyak hutan yang digunduli berarti lebih banyak sinar matahari yang dipantulkan.
3. Perubahan Pola Peredaran Matahari.
Daerah kutub sangat dipengaruhi fluktuasi (aliran) matahari. Perubahan kecil dalam keseimbangan radiasi ultra ungu dan infra merah dapat menyebabkan penolakan kembali proses konveksi yang timbul dalam bentuk udara panas yang bergerak mengitari bumi. Misalnya, 2% pengurangan panas matahari dapat menurunkan temperatur bumi sekitar 5 derajat celcius, cukup untuk menimbulkan zaman es baru dalam waktu 100 tahun. Para ilmuan khawatir bahwa matahari dapat kembali ke pola peredaran seperti masa lalu sehingga mendatangkan kerusakan pada biosfer bumi, dan membuat kehidupan bumi musnah.
4. Efek Rumah Kaca.
Salah satu penyebab pemanasan bumi adalah efek rumah kaca (greenhouse). Efek rumah kaca disebabkan oleh adanya gas-gas rumah kaca. Yang termasuk gas rumah kaca adalah uap air, karbon dioksida, nitrogen oksida, metana, dan gas lainnya. Gas-gas tersebut berfungsi sebagaimana kaca dalam rumah kaca. Dengan semakin meningkatnya konsentrasi gas-gas ini di atmosfer, semakin banyak panas yang terperangkap dibawahnya.
Gas-gas rumah kaca menyerap dan memantulkan kembali radiasi gelombang yang dipancarkan bumi, akibatnya panas tersebut akan tersimpan di permukaan bumi. Hal tersebut apabila terjadi berulang-ulang maka suhu rata-rata tahunan bumi akan terus meningkat.
5. Letusan Gunung Berapi.
Letusan gunung berapi dapat mengeluarkan banyak sekali debu dan sulfur ke udara sampai setinggi 25 mil jauh melampaui troposfer. Sebagian partikel-partikel itu tidak kembali jatuh ke bumi, tetapi membentuk kabut debu yang mengintari bumi bertahun-tahun lamanya. Kecuali itu, letusan gunung berapi biasanya mengeluarkan 64% uap air, 24% karbondioksida, 10% sulfur, dan 1,5% kandungan nitrogen. Semua itu adalah gas rumah kaca. Selanjutnya, partikel-partikel sulfur dapat bercampur dengan nitrooksida yang ada di atmosfer karena penggunaan pupuk.
6. Aerosol.
Aerosol adalah benda-benda beterbangan di udara, sebesar molekul sampai bintik debu yang dapat dilihat oleh mata langsung. Aerosol mampu menghancurkan gas penopang hidup yang vital yang terkandung di stratosfer tinggi. Benda ini sangat kecil namun menimbulkan ancaman pada integritas (keutuhan) ruang angkasa karena mengembara di angkasa dalam waktu lama.
7.Pemanasan Global
Fenomena perubahan iklim berawal dari pemanasan global. Pemanasan global merupakan keadaan dimana suhu bumi mengalami kenaikan dibandingkan sebelumnya. Kenaikan suhu tersebut disebabkan oleh peningkatan emisi gas karbon dioksida dan gas rumah kaca lainnya. Akibatnya, gas rumah kaca akan memerangkap panas di bumi sehingga terjadi kenaikan suhu. Hal tersebut akhirnya memengaruhi keadaan iklim yang berdampak kepada perubahan pola cuaca.
C. Dampak Perubahan Iklim Terhadap Tanaman Pertanian
Perubahan iklim global akan mempengaruhi setidaknya tiga unsur iklim dan komponen alam yang sangat erat kaitannya dengan pertanian, yaitu: (1) naiknya suhu udara yang juga berdampak terhadap unsur iklim lain, terutama kelembaban dan dinamika atmosfer, (2) berubahnya pola curah hujan, (3) makin meningkatnya intensitas kejadian iklim ekstrim (anomali iklim) seperti El-Nino dan La-Nina, dan (4) naiknya permukaan air laut akibat pencairan gunung es di kutub utara. (Direktorat Pengelolaan Air, 2009).
1. Dampak Peningkatan Konsentrasi CO2 di Atmosfer.
Gas CO2 merupakan sumber karbon utama bagi pertumbuhan tanaman. Konsentrasi CO2 di atmosfir saat ini belum optimal, sehingga penambahan CO2 kepada tanaman di dalam industri pertanian di dalam rumah kaca merupakan kegiatan normal untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman seperti tomat, selada, timun dan bunga potong.
Pengaruh fisiologis utama dari kenaikan CO2 adalah meningkatnya laju assimilasi (laju pengikatan CO2 untuk membentuk karbohidrat,fotosintesis) di dalam daun. Efisiensi penggunaan faktor-faktor pertumbuhan lainnya (seperti radiasi matahari, air dan nutrisi) juga akan ikut meningkat.
Selain pengaruh positif terhadap proses fotosintesis, kenaikan CO2 juga akan mempunyai pengaruh positif terhadap penggunaan air oleh tanaman. Stomata mempunyai fungsi sebagai pintu gerbang masuknya CO2 dan keluarnya uap air ke/dari daun. Besar kecilnya pembukaan stomata merupakan regulasi terpenting yang dilakukan oleh tanaman, dimana tanaman berusaha memasukkan CO2 sebanyak mungkin tetapi dengan mengeluarkan H2O sesedikit mungkin, untuk mencapai effisiensi pertumbuhan yang tinggi. Jika CO2 di atmosfir meningkat, tanaman tidak membutuhkan pembukaan stomata maksimum untuk mencapai konsentrasi CO2 optimum di dalam daun, sehingga laju pengeluaran H2O dapat dikurangi. Dengan kondisi tersebut maka laju pembentukan biomassa akan meningkat (Syarifuddin, 2011).
Efek langsung dari meningkatnya CO2, berdampak positif terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman, sebagaimana dijelaskan diatas. Akan tetapi dampak pengikutan berupa peningkatan suhu dan perubahan siklus hidrologi menyebabkan pengaruh positif dari kenaikan CO2 menjadi berkurang atau terhambat sama sekali (Munawar, 2010).
2. Naiknya Suhu Udara yang Juga Berdampak Terhadap Unsur Iklim Lain.
Suhu merupakan faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Suhu udara dipengaruhi oleh radiasi yang diterima di permukaan bumi sementara tinggi rendahnya suhu disekitar tanaman ditentukan oleh radiasi matahari, kerapatan tanaman, distribusi cahaya dalam tajuk tanaman, kandungan lengas tanah. Umumnya laju metabolisme makhluk hidup akan bertambah dengan meningkatnya suhu hingga titik optimum tertentu. Beberapa proses metabolisme tersebut antara lain bukaan stomata, laju transpirasi, laju penyerapan air dan nutrisi, fotosintesis, dan respirasi. Setelah melewati titik optimum, proses tersebut mulai dihambat: baik secara fisik maupun kimia, menurunnya aktifitas enzim (enzim terdegradasi)
Pengaruh peningkatan suhu dapat mengurangi atau bahkan mengurangi dampak positif yang diberikan dari meningkatnya konsentrasi CO2 di atmosfir. Peningkatan suhu disekitar iklim mikro tanaman akan menyebabkan cepat hilangnya kandungan lengas tanah (kadar air tanah) akibat evaporasi. Hal tersebut dapat berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman terutama pada daerah yang lengas tanahnya terbatas.
Setiap tanaman memiliki suhu dasar yang merupakan suhu minimum bagi tanaman untuk bermetabolisme. Besaran suhu dasar ini akan mempengaruhi besarnya Thermal unit yang diperlukan oleh tanaman untuk melewati setiap fase perkembangannya. Hubungan antara thermal unit dengan suhu lingkungan adalah berbanding lurus sementara berbanding terbalik dengan umur tanaman. Artinya semakin tinggi suhu, maka umur tanaman akan semakin pendek yang akhirnya berdampak pada waktu penumpukan fotosintat dan pembentukan biomassa yang lebih rendah (Syarifuddin, 2011).
Dampak peningkatan suhu terhadap tanaman pangan menurut Las (2007) adalah terjadinya peningkatan transpirasi yang menurunkan produktivitas, peningkatan konsumsi air, percepatan pematangan buah/biji yang menurunkan mutu hasil, dan perkembangan beberapa organisme pengganggu tanaman. Bahkan dirjen IRRI (International Rice Researh Institute) menyatakan bahwa dengan peningkatan suhu udara rata-rata 1°C dapat menurunkan produktivitas beras dunia sekitar 5-10 %.
Peningkatan temperatur dapat menyebabkan penurunan produksi pada berbagai jenis tanaman pangan, Menurut Tang et al., (2006) dan Weerakoon et al., (2008), Pada tanaman padi, fase pembentukan malai sangat sensitif terhadap temperatur tinggi. Selama tahap ini, stress akibat panas sangat memungkinkan untuk terjadinya sterilitas floret, menurunnya kesuburan dan kehilangan hasil. Hal ini terutama disebabkan oleh menurunnya aktifitas serta perkecambahan polen, terbatasnya pertumbuhan tabung polen, rendahnya daya dehiscence polen dan penyerbukan yang tidak sempurna.
Di samping itu temperatur juga secara langsung berperan terhadap perkembangan biji seperti pengisian biji dan laju produksi bahan kering pada biji (Kobata dan Uemuki, 2004) Temperatur tinggi dapat menghambat perkembangan biji pada padi (Zakaria et al., 2002) gandum (Hawker dan Jenner, 1993).
Peningkatan temperatur selama kemasakan juga dapat menyebabkan penurunan kualitas biji terutama yang diakibatkan oleh terhambatnya akumulasi cadangan makanan pada biji (Zakaria, 2005). Munculnya bagian “putih buram” yang biasanya di dapatkan pada bagian gabah yang kurang sempurna pada musim panas diperkirakan mempunyai hubungan yang erat dengan sistem transfer dan transportasi cadangan makanan selama pembentukan biji. Bagian putih buram ini adalah bagian dari kerusakan yang disebabkan oleh temperatur tinggi selama kemasakan.
3. Berubahnya Pola Curah Hujan.
Perubahan iklim juga menyebabkan terjadinya perubahan jumlah hujan dan pola hujan yang mengakibatkan pergeseran awal musim dan periode masa tanam. Penurunan curah hujan telah menurunkan potensi satu periode masa tanam padi (Runtunuwu dan Syahbuddin, 2007). Dampak perubahan pola hujan diantaranya mempengaruhi waktu dan musim tanam, pola tanam, degradasi lahan, kerusakan tanaman dan produktivitas, luas areal tanam dan areal panen, serta perubahan dan kerusakan keanekaragaman hayati.
4. Makin Meningkatnya Intensitas Kejadian Iklim Ekstrim (Anomali Iklim) Seperti El-Nino dan La-Nina.
Perubahan siklus hidrologi terutama ditunjukkan oleh periode La-Nina dan El-Nino yang semakin sering. La-Nina merupakan fenomena alam yang ditandai dengan kondisi suhu muka laut di perairan Samudra Pasifik ekuator berada di bawah nilai normalnya (dingin), sementara kondisi suhu muka laut di perairan Benua Maritim Indonesia berada di atas nilai normalnya (hangat). Kondisi suhu muka laut di samudra pasifik yang dingin menimbulkan tekanan udara tinggi, sementara kondisi hangat perairan Indonesia yang berada di sebelah barat pasifik menimbulkan tekanan udara rendah. Kondisi ini menyebabkan mengalirnya massa udara dari pasifik ke wilayah Indonesia. Aliran tersebut mendorong terjadinya konvergensi massa udara yang kaya uap air. Akibatnya semakin banyak awan yang terkonsentrasi dan menyebabkan turunnya hujan yang lebih banyak di daerah tersebut (lebih dari 40 mm/bulan di atas rata-rata normalnya). Kebalikan dari La-Nina adalah El-Nino ketika suhu permukaan laut di Samudra Pasifik menghangat dan menyebabkan terjadinya musim kemarau yang kering dan panjang di Indonesia. Penurunan curah hujan pada saat El-Nino dapat mencapai 80 mm/bulan (Boer 2002).
Bencana kekeringan sering terjadi di Indonesia. Hasil pengamatan jangka panjang menunjukkan bahwa terjadinya musim kemarau panjang akibat adanya fenomena anomali iklim global El-Nino pada umumnya terjadi secara periodik setiap 5 tahun sekali (Bey et al., 1992). Pada tahun El-Nino 1991, 1994, 1997 dan 2003 luas pertanaman tanaman padi telah mengalami kekeringan berturut-turut seluas 868 ribu ha, 544 ribu ha, 504 ribu ha dan 568 ribu ha dengan luasan gagal panen (puso) masing-masing seluas 192 ribu ha (22%), 161 ribu ha (30%), 88 ribu ha (18%) dan 117 ribu ha (21%). Penurunan luas panen karena kekeringan tersebut mengakibatkan penurunan produksi atau kehilangan hasil pada tahun 1991 diperkirakan mencapai 1,455 juta ton GKG atau setara dengan 0,873 juta ton beras, sedangkan pada tahun 1994 dan 1997 menyebabkan kehilangan hasil 640 ton GKG (Jasis dan Karama, 1998).
Kekeringan merupakan faktor lingkungan utama yang dapat menghambat pertumbuhan tanaman dan menurunkan produksi bergantung pada besarnya tingkat cekaman yang dialami dan fase pertumbuhan tanaman ketika mendapat cekaman kekeringan. Pada periode cekaman kekeringan yang panjang akan mempengaruhi seluruh proses metabolismeme di dalam sel dan mengakibatkan penurunan produksi tanaman.
Pada saat terjadi kekeringan, sebagian stomata daun menutup sehingga terjadi hambatan masuknya CO2 dan menurunkan aktivitas fotosintesis. Selain menghambat aktivitas fotosintesis, cekaman kekeringan juga menghambat sintesis protein dan dinding sel (Salisbury and Ross, 1995). Pengaruh cekaman kekeringan tidak saja menekan pertumbuhan dan hasil bahkan menjadi penyebab kematian tanaman.
Penurunan laju fotosintesis akibat cekaman kekeringan, merupakan kombinasi dari beberapa proses, yaitu : (1) penutupan stomata secara hidroaktif mengurangi suplai CO2 kedalam daun, (2) dehidrasi kutikula, dinding epidermis, dan membran sel mengurangi permeabilitas terhadap CO2, (3) bertambahnya tahanan sel mesofil terhadap pertukaran gas, dan (4) menurunnya efisiensi sistem fotosintesis berkaitan dengan proses biokimia dan aktifitas enzim dalam sitoplasma. Dimana dalam proses fotosintesis terdapat proses hidrolisis yang memerlukan air.
Sedangkan La-Nina menyebabkan kerusakan tanaman akibat banjir, dan meningkatkan intensitas serangan hama dan penyakit. La-Nina menyebabkan kelembaban dan curah hujan tinggi yang disukai oleh Organisme Pengganggu Tanaman (OPT). Pada daerah rawan banjir, kehadiran La-Nina menyebabkan gagal panen akibat terendamnya tanaman. Pengaruh kelebihan air terhadap tanaman akan lebih sensitif pada tanaman muda dibandingkan tanaman dewasa (Syarifuddin, 2011). Jasis dan Karama (1998) menyatakan, banjir menyebabkan kehilangan hasil tanaman padi sebesar 214 ton GKG per tahun.
5. Naiknya Permukaan Air Laut.
Dampak naiknyamuka air laut di sektor pertanian terutama adalah penciutan lahan pertanian di pesisirpantai, kerusakan infrastruktur pertanian, dan peningkatan salinitas yang merusak tanaman (Las, 2007).
Selain akan menciutkan luas lahan pertanian akibat terendam air laut, peningkatan permukaan air laut juga akan meningkatkan salinitas (kegaraman) tanah sekitar pantai. Salinitas pada tanah bersifat racun bagi tanaman sehingga mengganggu fisiologis dan fisik pada tanaman, kecuali tumbuhan laut dan pantai atau varietas adaptif. Salinitas pada padi sangat erat kaitannya dengan keracunan logam berat, terutama Fe dan Al. Indonesia sebagai negara kepulauan mempunyai garis dan hamparan pantai yang sangat panjang, sehingga penciutan lahan pertanian akibat peningkatan permukaan air laut menjadi sangat luas (Direktorat Pengelolaan Air, 2009).
Pengaruh garam terlarut terhadap tanaman adalah melalui osmotik karena konsentrasi garam yang tinggi menyulitkan tanaman menyerab air. Akar tanaman memiliki membran semi permeabel yang melalukan air tapi tidak dapat melewatkan hampir semua garam terlarut. Jadi air secara osmotik semakin sulit diperoleh tanaman dengan semakin meningkatnya kadar garam larutan tanah. Tanaman yang tumbuh pada media salin pada tingkat tertentu dapat meningkatkan kosentrasi osmotik internalnya melalui produksi asam-asam organik atau peningkatan serapan garam. Proses ini disebut sebagai penyesuaian osmotik (osmotic adjusment). Pengaruh salinitas terhadap tanaman nampaknya berupa perubahan energi dari proses pertumbuhan menjadi untuk mempertahankan perbedaan osmotik. Salah satu proses pertama adalah deversi energi pertumbuhan untuk perpanjangan sel. Jadi, untuk dapat mempertahankan perbedaan osmotik, sel jaringan daun membelah tetapi tidak menyebabkan pemanjangan. Gejala terjadinya pertambahan jumlah sel tapi tidak diikuti dengan perpanjangan sel dikarenakan adanya stres osmotik ini adalah terjadinya warna daun yang menjadi hijau gelap (Anwar dan Sudadi, 2007).
D. Cara Mengatasi Perubahan Iklim Terhadap Pertumbuhan Tanaman
Cara mengatasi perubahan iklim terhadap pertumbuhan tanaman yaitu menggunakan Strategi Antisipasi, Mitigasi dan Adaptasi,berikut ini penjelasannya :
1. Antisipasi
Antisipasi merupakan penyiapan arah dan strategi, program dan kebijakan dalam rangka menghadapi pemanasan global dan perubahan iklim. Beberapa program yang penting untuk dilaksanakan diantaranya : penyusunan strategi dan perencanaan pengembangan infrastruktur (terutama jaringan irigasi), evaluasi tata ruang untuk pengaturan lahan (penyesuaian jenis tanaman dengan daya dukung lahan), pengembangan sistem informasi dan peringatan dini banjir serta kekeringan, penyusunan dan penerapan peraturan perundangan mengenai tata guna lahan dan metode pengelolaan lahan. Tidak kalah pentingnya adalah peningkatan kemampuan Sumber Daya Manusia (SDM) dalam pemahaman perubahan iklim dan penerapan teknologi adaptasi dan mitigasi perubahan iklim.
2. Mitigasi
Mitigasi adalah upaya memperlambat laju pemanasan global serta perubahan iklim melalui penurunan emisi (pancaran) GRK serta peningkatan penyerapan GRK. Program ini lebih difokuskan pada aplikasi teknologi rendah emisi, antara lain : varietas unggul dan jenis tanaman yang rendah emisi dan atau kapasitas absorbsi karbon tinggi, penyiapan lahan tanpa bakar, pengembangan dan pemanfaatan biofuel, penggunaan pupuk organik, biopestisida dan pakan ternak rendah emisi GRK. Sebagai pribadi dan komunitas, kita juga dapat berpartisipasi dalam upaya mitigasi ini dengan mempraktekkan hal-hal seperti : mengurangi pengunaan aerosol, menghemat air dan energi, mendaur ulang barang-barang seperti plastik, kertas dan kardus, gelas serta kaleng.
3. Adaptasi
Adaptasi merupakan upaya penyesuaian teknologi, manajemen dan kebijakan di sektor pertanian dengan pemanasan global dan perubahan iklim. Program adaptasi lebih difokuskan pada aplikasi teknologi adaptif, terutama pada tanaman pangan, seperti penyesuaian pola tanam, penggunaan varietas unggul adaptif terhadap kekeringan, genangan/banjir, salinitas dan umur genjah, serta penganekaragaman pertanian, teknologi pengelolaan lahan, pupuk, air, diversifikasi pangan dan lain-lain. Secara kelembagaan program ini diarahkan untuk pengembangan sistem informasi seperti sekolah lapang iklim, sistem penyuluhan dan kelompok kerja (pokja) variabilitas dan perubahan iklim sub sektor pertanian serta pengembangan sistem asuransi pertanian akibat resiko iklim crop weather insurance.
Teknologi adaptasi yang telah dan akan terus dikembangkan dalam menghadapi perubahan iklim di sektor pertanian adalah : [B]Kalender Tanam[/B] (pola tanam berdasarkan pola curah hujan dan ketersediaan air irigasi), Varietas Unggul Baru yang adaptif (VUB toleran kegaraman, VUB tahan kering dan umur genjah dan VUB tahan genangan), teknologi pengelolaan sumber daya air (teknologi identifikasi potensi ketersediaan air, teknologi panen hujan dan aliran permukaan, teknologi prediksi curah hujan dan teknologi irigasi) serta teknologi pengelolaan sumber daya lahan/tanah seperti pemupukan.
Iklim adalah kondisi rata-rata cuaca berdasarkan waktu yang panjang untuk suatu lokasi di bumi atau planet lain. Studi tentang iklim dipelajari dalam klimatologi.
Iklim di suatu tempat di bumi dipengaruhi oleh letak geografis dan topografi tempat tersebut. Pengaruh posisi relatif matahariterhadap suatu tempat di bumi menimbulkan musim, suatu penciri yang membedakan iklim satu dari yang lain. Perbedaan iklim menghasilkan beberapa sistem klasifikasi iklim.
Berdasarkan posisi relatif suatu tempat di bumi terhadap garis khatulistiwa dikenal kawasan-kawasan dengan kemiripan iklim secara umum akibat perbedaan dan pola perubahan suhu udara, yaitu kawasan tropika(23,5°LU-23,5°LS), subtropika (23,5°LU-40°LU dan 23°LS-40°LS), sedang (40°LU-66,5°LU dan 40°LS-66,5°LS), dan kutub (66,5°LU-90°LU dan 66,5°LS-90°LS).
Musim di Indonesia terbagi menjadi 2 macam, yaitu musim hujan dan musim kemarau. Pembagian 2 musim di Indonesia karena negara Indonesia memiliki iklim tropis.
Dalam penggunaannya saat ini, khususnya pada kebijakan lingkungan, perubahan iklim merujuk pada perubahan iklim modern. Perubahan ini dapat dikelompokkan sebagai perubahan iklim antropogenik atau lebih umumnya dikenal sebagai pemanasan global atau pemanasan global antropogenik.
Perubahan iklim terjadi ketika perubahan dalam sistem iklim bumi menghasilkan pola cuaca baru yang bertahan selama setidaknya beberapa dekade, dan mungkin selama jutaan tahun. Sistem iklim terdiri dari lima bagian yang saling berinteraksi, atmosfer (udara), hidrosfer (air), kriosfer (es dan permafrost), biosfer (makhluk hidup), dan litosfer (kerak bumi dan mantel atas). Sistem iklim menerima hampir semua energinya dari matahari, dengan jumlah yang relatif kecil dari interior bumi. Sistem iklim juga memberikan energi ke luar angkasa. Keseimbangan energi yang masuk dan keluar, dan perjalanan energi melalui sistem iklim, menentukan anggaran energi Bumi. Ketika energi yang masuk lebih besar dari energi yang keluar, anggaran energi bumi positif dan sistem iklim memanas. Jika lebih banyak energi keluar, anggaran energi negatif dan bumi mengalami pendinginan.
B. Penyebab Terjadinya Perubahan Iklim
Iklim merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi produksivitas tanaman. Suatu wilayah yang mempunyai iklim berbeda dengan daerah lain akan mempunyai tingkatan berbeda dalam produksivitas tanaman. Selain faktor tanah, iklim merupakan salah satu faktor yang mempunyai pengaruh besar terhadap tanaman, mulai dari cara budidaya, pola bercocok tanam maupun jenis tanaman yang akan di budidayakan.
Setiap tanaman mempunyai syarat tumbuh yang berbeda. Kondisis iklim yang berubah-ubah akan menyebabkan tingkat pertumbuhan yang lambat. Pada masa pembuahan perubahan iklim yang ekstrim pun akan berdampak pada hasil serta kualitas dari tanaman tersebut. Perubahan curah hujan yang tinggi dapat menyebabkan kegagalan panen yang berakibat pada rendahnya produksivitas tanaman itu.
Berikut ini merupakan faktor penyebab terjadinya perubahan iklim
1. Kerusakan Lapisan Ozon.
Ozon adalah sebuah bentuk oksigen dengan tiga atom. Biasanya oksigen terdiri atas dua atom (O2). Kebanyakan ozon di bumi terdapat di lapisan ozon kira-kira 20 mil keatas dari permukaan bumi. Lapisan ini disebut Stratosfer. Ozon berfungsi melindungi bumi dari radiasi sinar UV, sehingga suhu di permukaan bumi tidak terlalu panas. Secara alami sinar matahari dapat membentuk ozon dan kemudian ozon tersebut melindungi bumi dari dampak buruk radiasi matahari. Namun, banyak faktor yang telah menyebabkan kondisi ozon di stratosfer berubah sehingga terjadi dampak negatif itu. Hal-hal yang menyebabkan perubahan kondisi lapisan ozon adalah sebagai berikut:
- Buangan knalpot kendaraan bermotor.
- Pemakaian pupuk yang mengandung persenyawaan nitrogen.
- Pesawat terbang supersonik.
- Pembakaran bahan bakar fosil.
- Gas CFC (Chlorofluoro-carbon).
- Variasi siklus matahari.
- Semburan debu gunung berapi ke stratosfer.
- Pergolakan di stratosfer.
- Terbentuknya kristal es di pusat kisaran udara kutub.
- Karbon dioksida
Pemantulan sinar matahari oleh permukaan bumi tergantung kepada tebal atau tipisnya lapisan es di kutub. Akan tetapi, ulah manusia dengan membangun bangunan berkaca, beton, dan jalan raya semakin memperbesar pemantulan panas matahari. Penggundulan hutan juga meningkatkan pemantulan itu. Kenapa demikian, hal ini karena pucuk-pucuk pohon yang terbentang luas umumnya berwarna lebih gelap daripada daerah sekitarnya, dengan makin banyak hutan yang digunduli berarti lebih banyak sinar matahari yang dipantulkan.
3. Perubahan Pola Peredaran Matahari.
Daerah kutub sangat dipengaruhi fluktuasi (aliran) matahari. Perubahan kecil dalam keseimbangan radiasi ultra ungu dan infra merah dapat menyebabkan penolakan kembali proses konveksi yang timbul dalam bentuk udara panas yang bergerak mengitari bumi. Misalnya, 2% pengurangan panas matahari dapat menurunkan temperatur bumi sekitar 5 derajat celcius, cukup untuk menimbulkan zaman es baru dalam waktu 100 tahun. Para ilmuan khawatir bahwa matahari dapat kembali ke pola peredaran seperti masa lalu sehingga mendatangkan kerusakan pada biosfer bumi, dan membuat kehidupan bumi musnah.
4. Efek Rumah Kaca.
Salah satu penyebab pemanasan bumi adalah efek rumah kaca (greenhouse). Efek rumah kaca disebabkan oleh adanya gas-gas rumah kaca. Yang termasuk gas rumah kaca adalah uap air, karbon dioksida, nitrogen oksida, metana, dan gas lainnya. Gas-gas tersebut berfungsi sebagaimana kaca dalam rumah kaca. Dengan semakin meningkatnya konsentrasi gas-gas ini di atmosfer, semakin banyak panas yang terperangkap dibawahnya.
Gas-gas rumah kaca menyerap dan memantulkan kembali radiasi gelombang yang dipancarkan bumi, akibatnya panas tersebut akan tersimpan di permukaan bumi. Hal tersebut apabila terjadi berulang-ulang maka suhu rata-rata tahunan bumi akan terus meningkat.
5. Letusan Gunung Berapi.
Letusan gunung berapi dapat mengeluarkan banyak sekali debu dan sulfur ke udara sampai setinggi 25 mil jauh melampaui troposfer. Sebagian partikel-partikel itu tidak kembali jatuh ke bumi, tetapi membentuk kabut debu yang mengintari bumi bertahun-tahun lamanya. Kecuali itu, letusan gunung berapi biasanya mengeluarkan 64% uap air, 24% karbondioksida, 10% sulfur, dan 1,5% kandungan nitrogen. Semua itu adalah gas rumah kaca. Selanjutnya, partikel-partikel sulfur dapat bercampur dengan nitrooksida yang ada di atmosfer karena penggunaan pupuk.
6. Aerosol.
Aerosol adalah benda-benda beterbangan di udara, sebesar molekul sampai bintik debu yang dapat dilihat oleh mata langsung. Aerosol mampu menghancurkan gas penopang hidup yang vital yang terkandung di stratosfer tinggi. Benda ini sangat kecil namun menimbulkan ancaman pada integritas (keutuhan) ruang angkasa karena mengembara di angkasa dalam waktu lama.
7.Pemanasan Global
Fenomena perubahan iklim berawal dari pemanasan global. Pemanasan global merupakan keadaan dimana suhu bumi mengalami kenaikan dibandingkan sebelumnya. Kenaikan suhu tersebut disebabkan oleh peningkatan emisi gas karbon dioksida dan gas rumah kaca lainnya. Akibatnya, gas rumah kaca akan memerangkap panas di bumi sehingga terjadi kenaikan suhu. Hal tersebut akhirnya memengaruhi keadaan iklim yang berdampak kepada perubahan pola cuaca.
C. Dampak Perubahan Iklim Terhadap Tanaman Pertanian
Perubahan iklim global akan mempengaruhi setidaknya tiga unsur iklim dan komponen alam yang sangat erat kaitannya dengan pertanian, yaitu: (1) naiknya suhu udara yang juga berdampak terhadap unsur iklim lain, terutama kelembaban dan dinamika atmosfer, (2) berubahnya pola curah hujan, (3) makin meningkatnya intensitas kejadian iklim ekstrim (anomali iklim) seperti El-Nino dan La-Nina, dan (4) naiknya permukaan air laut akibat pencairan gunung es di kutub utara. (Direktorat Pengelolaan Air, 2009).
1. Dampak Peningkatan Konsentrasi CO2 di Atmosfer.
Gas CO2 merupakan sumber karbon utama bagi pertumbuhan tanaman. Konsentrasi CO2 di atmosfir saat ini belum optimal, sehingga penambahan CO2 kepada tanaman di dalam industri pertanian di dalam rumah kaca merupakan kegiatan normal untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman seperti tomat, selada, timun dan bunga potong.
Pengaruh fisiologis utama dari kenaikan CO2 adalah meningkatnya laju assimilasi (laju pengikatan CO2 untuk membentuk karbohidrat,fotosintesis) di dalam daun. Efisiensi penggunaan faktor-faktor pertumbuhan lainnya (seperti radiasi matahari, air dan nutrisi) juga akan ikut meningkat.
Selain pengaruh positif terhadap proses fotosintesis, kenaikan CO2 juga akan mempunyai pengaruh positif terhadap penggunaan air oleh tanaman. Stomata mempunyai fungsi sebagai pintu gerbang masuknya CO2 dan keluarnya uap air ke/dari daun. Besar kecilnya pembukaan stomata merupakan regulasi terpenting yang dilakukan oleh tanaman, dimana tanaman berusaha memasukkan CO2 sebanyak mungkin tetapi dengan mengeluarkan H2O sesedikit mungkin, untuk mencapai effisiensi pertumbuhan yang tinggi. Jika CO2 di atmosfir meningkat, tanaman tidak membutuhkan pembukaan stomata maksimum untuk mencapai konsentrasi CO2 optimum di dalam daun, sehingga laju pengeluaran H2O dapat dikurangi. Dengan kondisi tersebut maka laju pembentukan biomassa akan meningkat (Syarifuddin, 2011).
Efek langsung dari meningkatnya CO2, berdampak positif terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman, sebagaimana dijelaskan diatas. Akan tetapi dampak pengikutan berupa peningkatan suhu dan perubahan siklus hidrologi menyebabkan pengaruh positif dari kenaikan CO2 menjadi berkurang atau terhambat sama sekali (Munawar, 2010).
2. Naiknya Suhu Udara yang Juga Berdampak Terhadap Unsur Iklim Lain.
Suhu merupakan faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Suhu udara dipengaruhi oleh radiasi yang diterima di permukaan bumi sementara tinggi rendahnya suhu disekitar tanaman ditentukan oleh radiasi matahari, kerapatan tanaman, distribusi cahaya dalam tajuk tanaman, kandungan lengas tanah. Umumnya laju metabolisme makhluk hidup akan bertambah dengan meningkatnya suhu hingga titik optimum tertentu. Beberapa proses metabolisme tersebut antara lain bukaan stomata, laju transpirasi, laju penyerapan air dan nutrisi, fotosintesis, dan respirasi. Setelah melewati titik optimum, proses tersebut mulai dihambat: baik secara fisik maupun kimia, menurunnya aktifitas enzim (enzim terdegradasi)
Pengaruh peningkatan suhu dapat mengurangi atau bahkan mengurangi dampak positif yang diberikan dari meningkatnya konsentrasi CO2 di atmosfir. Peningkatan suhu disekitar iklim mikro tanaman akan menyebabkan cepat hilangnya kandungan lengas tanah (kadar air tanah) akibat evaporasi. Hal tersebut dapat berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman terutama pada daerah yang lengas tanahnya terbatas.
Setiap tanaman memiliki suhu dasar yang merupakan suhu minimum bagi tanaman untuk bermetabolisme. Besaran suhu dasar ini akan mempengaruhi besarnya Thermal unit yang diperlukan oleh tanaman untuk melewati setiap fase perkembangannya. Hubungan antara thermal unit dengan suhu lingkungan adalah berbanding lurus sementara berbanding terbalik dengan umur tanaman. Artinya semakin tinggi suhu, maka umur tanaman akan semakin pendek yang akhirnya berdampak pada waktu penumpukan fotosintat dan pembentukan biomassa yang lebih rendah (Syarifuddin, 2011).
Dampak peningkatan suhu terhadap tanaman pangan menurut Las (2007) adalah terjadinya peningkatan transpirasi yang menurunkan produktivitas, peningkatan konsumsi air, percepatan pematangan buah/biji yang menurunkan mutu hasil, dan perkembangan beberapa organisme pengganggu tanaman. Bahkan dirjen IRRI (International Rice Researh Institute) menyatakan bahwa dengan peningkatan suhu udara rata-rata 1°C dapat menurunkan produktivitas beras dunia sekitar 5-10 %.
Peningkatan temperatur dapat menyebabkan penurunan produksi pada berbagai jenis tanaman pangan, Menurut Tang et al., (2006) dan Weerakoon et al., (2008), Pada tanaman padi, fase pembentukan malai sangat sensitif terhadap temperatur tinggi. Selama tahap ini, stress akibat panas sangat memungkinkan untuk terjadinya sterilitas floret, menurunnya kesuburan dan kehilangan hasil. Hal ini terutama disebabkan oleh menurunnya aktifitas serta perkecambahan polen, terbatasnya pertumbuhan tabung polen, rendahnya daya dehiscence polen dan penyerbukan yang tidak sempurna.
Di samping itu temperatur juga secara langsung berperan terhadap perkembangan biji seperti pengisian biji dan laju produksi bahan kering pada biji (Kobata dan Uemuki, 2004) Temperatur tinggi dapat menghambat perkembangan biji pada padi (Zakaria et al., 2002) gandum (Hawker dan Jenner, 1993).
Peningkatan temperatur selama kemasakan juga dapat menyebabkan penurunan kualitas biji terutama yang diakibatkan oleh terhambatnya akumulasi cadangan makanan pada biji (Zakaria, 2005). Munculnya bagian “putih buram” yang biasanya di dapatkan pada bagian gabah yang kurang sempurna pada musim panas diperkirakan mempunyai hubungan yang erat dengan sistem transfer dan transportasi cadangan makanan selama pembentukan biji. Bagian putih buram ini adalah bagian dari kerusakan yang disebabkan oleh temperatur tinggi selama kemasakan.
3. Berubahnya Pola Curah Hujan.
Perubahan iklim juga menyebabkan terjadinya perubahan jumlah hujan dan pola hujan yang mengakibatkan pergeseran awal musim dan periode masa tanam. Penurunan curah hujan telah menurunkan potensi satu periode masa tanam padi (Runtunuwu dan Syahbuddin, 2007). Dampak perubahan pola hujan diantaranya mempengaruhi waktu dan musim tanam, pola tanam, degradasi lahan, kerusakan tanaman dan produktivitas, luas areal tanam dan areal panen, serta perubahan dan kerusakan keanekaragaman hayati.
4. Makin Meningkatnya Intensitas Kejadian Iklim Ekstrim (Anomali Iklim) Seperti El-Nino dan La-Nina.
Perubahan siklus hidrologi terutama ditunjukkan oleh periode La-Nina dan El-Nino yang semakin sering. La-Nina merupakan fenomena alam yang ditandai dengan kondisi suhu muka laut di perairan Samudra Pasifik ekuator berada di bawah nilai normalnya (dingin), sementara kondisi suhu muka laut di perairan Benua Maritim Indonesia berada di atas nilai normalnya (hangat). Kondisi suhu muka laut di samudra pasifik yang dingin menimbulkan tekanan udara tinggi, sementara kondisi hangat perairan Indonesia yang berada di sebelah barat pasifik menimbulkan tekanan udara rendah. Kondisi ini menyebabkan mengalirnya massa udara dari pasifik ke wilayah Indonesia. Aliran tersebut mendorong terjadinya konvergensi massa udara yang kaya uap air. Akibatnya semakin banyak awan yang terkonsentrasi dan menyebabkan turunnya hujan yang lebih banyak di daerah tersebut (lebih dari 40 mm/bulan di atas rata-rata normalnya). Kebalikan dari La-Nina adalah El-Nino ketika suhu permukaan laut di Samudra Pasifik menghangat dan menyebabkan terjadinya musim kemarau yang kering dan panjang di Indonesia. Penurunan curah hujan pada saat El-Nino dapat mencapai 80 mm/bulan (Boer 2002).
Bencana kekeringan sering terjadi di Indonesia. Hasil pengamatan jangka panjang menunjukkan bahwa terjadinya musim kemarau panjang akibat adanya fenomena anomali iklim global El-Nino pada umumnya terjadi secara periodik setiap 5 tahun sekali (Bey et al., 1992). Pada tahun El-Nino 1991, 1994, 1997 dan 2003 luas pertanaman tanaman padi telah mengalami kekeringan berturut-turut seluas 868 ribu ha, 544 ribu ha, 504 ribu ha dan 568 ribu ha dengan luasan gagal panen (puso) masing-masing seluas 192 ribu ha (22%), 161 ribu ha (30%), 88 ribu ha (18%) dan 117 ribu ha (21%). Penurunan luas panen karena kekeringan tersebut mengakibatkan penurunan produksi atau kehilangan hasil pada tahun 1991 diperkirakan mencapai 1,455 juta ton GKG atau setara dengan 0,873 juta ton beras, sedangkan pada tahun 1994 dan 1997 menyebabkan kehilangan hasil 640 ton GKG (Jasis dan Karama, 1998).
Kekeringan merupakan faktor lingkungan utama yang dapat menghambat pertumbuhan tanaman dan menurunkan produksi bergantung pada besarnya tingkat cekaman yang dialami dan fase pertumbuhan tanaman ketika mendapat cekaman kekeringan. Pada periode cekaman kekeringan yang panjang akan mempengaruhi seluruh proses metabolismeme di dalam sel dan mengakibatkan penurunan produksi tanaman.
Pada saat terjadi kekeringan, sebagian stomata daun menutup sehingga terjadi hambatan masuknya CO2 dan menurunkan aktivitas fotosintesis. Selain menghambat aktivitas fotosintesis, cekaman kekeringan juga menghambat sintesis protein dan dinding sel (Salisbury and Ross, 1995). Pengaruh cekaman kekeringan tidak saja menekan pertumbuhan dan hasil bahkan menjadi penyebab kematian tanaman.
Penurunan laju fotosintesis akibat cekaman kekeringan, merupakan kombinasi dari beberapa proses, yaitu : (1) penutupan stomata secara hidroaktif mengurangi suplai CO2 kedalam daun, (2) dehidrasi kutikula, dinding epidermis, dan membran sel mengurangi permeabilitas terhadap CO2, (3) bertambahnya tahanan sel mesofil terhadap pertukaran gas, dan (4) menurunnya efisiensi sistem fotosintesis berkaitan dengan proses biokimia dan aktifitas enzim dalam sitoplasma. Dimana dalam proses fotosintesis terdapat proses hidrolisis yang memerlukan air.
Sedangkan La-Nina menyebabkan kerusakan tanaman akibat banjir, dan meningkatkan intensitas serangan hama dan penyakit. La-Nina menyebabkan kelembaban dan curah hujan tinggi yang disukai oleh Organisme Pengganggu Tanaman (OPT). Pada daerah rawan banjir, kehadiran La-Nina menyebabkan gagal panen akibat terendamnya tanaman. Pengaruh kelebihan air terhadap tanaman akan lebih sensitif pada tanaman muda dibandingkan tanaman dewasa (Syarifuddin, 2011). Jasis dan Karama (1998) menyatakan, banjir menyebabkan kehilangan hasil tanaman padi sebesar 214 ton GKG per tahun.
5. Naiknya Permukaan Air Laut.
Dampak naiknyamuka air laut di sektor pertanian terutama adalah penciutan lahan pertanian di pesisirpantai, kerusakan infrastruktur pertanian, dan peningkatan salinitas yang merusak tanaman (Las, 2007).
Selain akan menciutkan luas lahan pertanian akibat terendam air laut, peningkatan permukaan air laut juga akan meningkatkan salinitas (kegaraman) tanah sekitar pantai. Salinitas pada tanah bersifat racun bagi tanaman sehingga mengganggu fisiologis dan fisik pada tanaman, kecuali tumbuhan laut dan pantai atau varietas adaptif. Salinitas pada padi sangat erat kaitannya dengan keracunan logam berat, terutama Fe dan Al. Indonesia sebagai negara kepulauan mempunyai garis dan hamparan pantai yang sangat panjang, sehingga penciutan lahan pertanian akibat peningkatan permukaan air laut menjadi sangat luas (Direktorat Pengelolaan Air, 2009).
Pengaruh garam terlarut terhadap tanaman adalah melalui osmotik karena konsentrasi garam yang tinggi menyulitkan tanaman menyerab air. Akar tanaman memiliki membran semi permeabel yang melalukan air tapi tidak dapat melewatkan hampir semua garam terlarut. Jadi air secara osmotik semakin sulit diperoleh tanaman dengan semakin meningkatnya kadar garam larutan tanah. Tanaman yang tumbuh pada media salin pada tingkat tertentu dapat meningkatkan kosentrasi osmotik internalnya melalui produksi asam-asam organik atau peningkatan serapan garam. Proses ini disebut sebagai penyesuaian osmotik (osmotic adjusment). Pengaruh salinitas terhadap tanaman nampaknya berupa perubahan energi dari proses pertumbuhan menjadi untuk mempertahankan perbedaan osmotik. Salah satu proses pertama adalah deversi energi pertumbuhan untuk perpanjangan sel. Jadi, untuk dapat mempertahankan perbedaan osmotik, sel jaringan daun membelah tetapi tidak menyebabkan pemanjangan. Gejala terjadinya pertambahan jumlah sel tapi tidak diikuti dengan perpanjangan sel dikarenakan adanya stres osmotik ini adalah terjadinya warna daun yang menjadi hijau gelap (Anwar dan Sudadi, 2007).
D. Cara Mengatasi Perubahan Iklim Terhadap Pertumbuhan Tanaman
Cara mengatasi perubahan iklim terhadap pertumbuhan tanaman yaitu menggunakan Strategi Antisipasi, Mitigasi dan Adaptasi,berikut ini penjelasannya :
1. Antisipasi
Antisipasi merupakan penyiapan arah dan strategi, program dan kebijakan dalam rangka menghadapi pemanasan global dan perubahan iklim. Beberapa program yang penting untuk dilaksanakan diantaranya : penyusunan strategi dan perencanaan pengembangan infrastruktur (terutama jaringan irigasi), evaluasi tata ruang untuk pengaturan lahan (penyesuaian jenis tanaman dengan daya dukung lahan), pengembangan sistem informasi dan peringatan dini banjir serta kekeringan, penyusunan dan penerapan peraturan perundangan mengenai tata guna lahan dan metode pengelolaan lahan. Tidak kalah pentingnya adalah peningkatan kemampuan Sumber Daya Manusia (SDM) dalam pemahaman perubahan iklim dan penerapan teknologi adaptasi dan mitigasi perubahan iklim.
2. Mitigasi
Mitigasi adalah upaya memperlambat laju pemanasan global serta perubahan iklim melalui penurunan emisi (pancaran) GRK serta peningkatan penyerapan GRK. Program ini lebih difokuskan pada aplikasi teknologi rendah emisi, antara lain : varietas unggul dan jenis tanaman yang rendah emisi dan atau kapasitas absorbsi karbon tinggi, penyiapan lahan tanpa bakar, pengembangan dan pemanfaatan biofuel, penggunaan pupuk organik, biopestisida dan pakan ternak rendah emisi GRK. Sebagai pribadi dan komunitas, kita juga dapat berpartisipasi dalam upaya mitigasi ini dengan mempraktekkan hal-hal seperti : mengurangi pengunaan aerosol, menghemat air dan energi, mendaur ulang barang-barang seperti plastik, kertas dan kardus, gelas serta kaleng.
3. Adaptasi
Adaptasi merupakan upaya penyesuaian teknologi, manajemen dan kebijakan di sektor pertanian dengan pemanasan global dan perubahan iklim. Program adaptasi lebih difokuskan pada aplikasi teknologi adaptif, terutama pada tanaman pangan, seperti penyesuaian pola tanam, penggunaan varietas unggul adaptif terhadap kekeringan, genangan/banjir, salinitas dan umur genjah, serta penganekaragaman pertanian, teknologi pengelolaan lahan, pupuk, air, diversifikasi pangan dan lain-lain. Secara kelembagaan program ini diarahkan untuk pengembangan sistem informasi seperti sekolah lapang iklim, sistem penyuluhan dan kelompok kerja (pokja) variabilitas dan perubahan iklim sub sektor pertanian serta pengembangan sistem asuransi pertanian akibat resiko iklim crop weather insurance.
Teknologi adaptasi yang telah dan akan terus dikembangkan dalam menghadapi perubahan iklim di sektor pertanian adalah : [B]Kalender Tanam[/B] (pola tanam berdasarkan pola curah hujan dan ketersediaan air irigasi), Varietas Unggul Baru yang adaptif (VUB toleran kegaraman, VUB tahan kering dan umur genjah dan VUB tahan genangan), teknologi pengelolaan sumber daya air (teknologi identifikasi potensi ketersediaan air, teknologi panen hujan dan aliran permukaan, teknologi prediksi curah hujan dan teknologi irigasi) serta teknologi pengelolaan sumber daya lahan/tanah seperti pemupukan.
Posting Komentar untuk "Dampak Perubahan Iklim Dan Cuaca Terhadap Tanaman"