Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Organisasi Pertanian Indonesia

A. Menjelaskan mengenai lemahnya menjalankan roda organisasi petani

Kelembagaan agroindsutri poda umumnya tidak berjalan dengan baik ini disebabkan (Zuraida dan Rizal, 1993; Agustian, dkk, 2003; Syahyuti, 2003; Purwanto, dkk, 2007) :
  • Kelompoktani pada umumnya dibentuk berdasarkan kepentingan teknis untuk memudahkan pengkoordinasian apabila ada kegiatan atau program pemerintah, sehingga lebih bersifat orientasi program, dan kurang menjamin kemandirian kelompok dan keberlanjutan kelompok.
  • Partisipasi dan kekompakan anggota kelompok dalam kegiatan kelompok masih relatif rendah, ini tercermin dari tingkat kehadiran anggota dalam pertemuan kelompok rendah (hanya mencapai 50%)
  • Pengelolaan kegiatan produktif anggota kelompok bersifat individu. Kelompok sebagai forum kegiatan bersama belum mampu menjadi wadah pemersatu kegiatan anggota dan pengikat kebutuhan anggota secara bersama, sehingga kegiatan produktif individu lebih menonjol. Kegiatan atau usaha produktif anggota kelompok dihadapkan pada masalah kesulitan permodalan, ketidakstabilan harga dan jalur pemasaran yang terbatas.
  • Pembentukan dan pengembangan kelembagaan tidak menggunakan basis social capital setempat dengan prinsip kemandirian lokal, yang dicapai melalui prinsip keotonomian dan pemberdayaan.
  • Pembentukan dan pengembangan kelembagaan berdasarkan konsep cetak biru (blue print approach) yang seragam. Introduksi kelembagaan dari luar kurang memperhatikan struktur dan jaringan kelembagaan lokal yang telah ada, serta kekhasan ekonomi, sosial, dan politik yang berjalan.
  • Pembentukan dan pengembangan kelembagaan berdasarkan pendekatan yang top down, menyebabkan tidak tumbuhnya partisipasi masyarakat.
  • Kelembagaan-kelembagaan yang dibangun terbatas hanya untuk memperkuat ikatan horizontal, bukan ikatan vertikal. Anggota suatu kelembagaan terdiri atas orang-orang dengan jenis aktivitas yang sama. Tujuannya agar terjalin kerjasama yang pada tahap selanjutnya diharapkan daya tawar mereka meningkat. Untuk ikatan vertikal diserahkan kepada mekanisme pasar, dimana otoritas pemerintah sulit menjangkaunya.Meskipun kelembagaan sudah dibentuk, namun pembinaan yang dijalankan cenderung individual, yaitu hanya kepada pengurus. Pembinaan kepada kontaktani memang lebih murah, namun pendekatan ini tidak mengajarkan bagaimana meningkatkan kinerja kelompok misalnya, karena tidak ada social learning approach.
  • Pengembangan kelembagaan selalu menggunakan jalur struktural, dan lemah dari pengembangan aspek kulturalnya. Struktural organisasi dibangun lebih dahulu, namun tidak diikuti oleh pengembangan aspek kulturalnya. Sikap berorganisasi belum tumbuh pada diri pengurus dan anggotanya, meskipun wadahnya sudah tersedia.
 

B. Menjelaskan mengenai kurang berfungsinya sebagian organisasi petani yang ada

organisasi tani yang kurang berfungsi terutama koperasi petani. Organisasi petani di Indonesia tidak seperti oraganisai petani yang ada di Brazil yang begitu besar. Organisasi petani yang ada di Indonesia sangat kecil dan sederhana. Peralatan teknologi yang dimiliki organisasi petani di Indonesaia masih juga sangat minim sekali.

Hal ini terjadi karena manajemen organisasi petani di Indonesia tidak sehat dan lingkupnya pun tdak luas. Pada umunya organisasi petani di Indonesia hanya bergerak pada koperasi benih.

Kelompok tani sebagai bagian integral pembangunan pertanian memiliki peran dan fungsi penting dalam menggerakkan pembangunan pertanian di perdesaan. Kelompok tani inilah pada dasarnya sebagai pelaku utama pembangunan pertanian di perdesaan. Dalam hal ini keberadaan kelompok tani dapat memainkan peran tunggal atau ganda, seperti penyediaan input usahatani (misalnya pupuk), penyediaan modal (misalnya simpan pinjam), penyediaan air irigasi (kerjasama dengan P3A), penyediaan informasi (penyuluhan melalui kelompok tani), serta pemasaran hasil secara kolektif. Secara konseptual peran kelompok tani lebih merupakan suatu gambaran tentang kegiatan-kegiatan kelompok tani yang dikelola berdasarkan kesepakatan anggotanya. Kegiatan tersebut dapat berdasarkan jenis usaha, atau unsur-unsur subsistem agribisnis, seperti pengadaan sarana produksi, pemasaran, pengolahan hasil pasca panen, dan sebagainya. Pemilihan kegiatan kelompok tani ini sangat tergantung pada kesamaan kepentingan, keakraban, saling mempercayai, dan keserasian hubungan antar petani, sehingga dapat merupakan faktor pengikat untuk kelestarian kehidupan berkelompok, dimana tiap anggota kelompok dapat merasa memiliki dan menikmati manfaat sebesar-besarnya dari kelompok tani. Peranan kelompok tani juga dapat dimainkan tiap waktu oleh pemimpin kelompok maupun oleh anggota lainnya. Pemimpin kelompok tani memiliki peran sebagai coordinator, dimana mereka yang menjelaskan atau menunjukkan hubungan antara berbagai pendapat dan saran, sementara tiap anggota dalam kelompok tentu boleh memainkan lebih dari satu peran dalam partisipasi kelompok.

Disamping itu, pemimpin kelompok juga sebagai penggerak (energizer) kelompok untuk bertindak atau mengambil keputusan, dan berusaha merangsang atau memberi semangat pada kelompok agar melakukan kegiatan yang telah ditetapkan. Meningkatnya partisipasi anggota kelompok akan meningkatkan kedinamisan kelompok. Kedinamisan tersebut akan memberikan peluang sebesarbesarnya kepada anggota untuk bekerjasama dan berpartisipasi dalam kegiatan kelompok, sehingga tujuan bersama dapat dicapai. Kelompok tani yang dinamis ditandai oleh selalu adanya kegiatan ataupun interaksi, baik di dalam maupun dengan pihak luar dalam upaya mencapai tujuan kelompok. Sebagai organisasi sosial masyarakat, kelompok tani berfungsi sebagai wadah belajar-mengajar bagi anggotanya guna meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap serta tumbuh dan berkembangnya kemandirian dalam berusahatani dengan produktivitas yang meningkat, pendapatan yang bertambah, dan kehidupan lebih sejahtera. Selain itu, kelompok tani juga berfungsi sebagai wahana kerjasama diantara sesama petani dalam kelompok tani dan antar kelompok tani, serta dengan pihak lain. Melalui kerjasama ini diharapkan usahataninya akan lebih efisien serta lebih mampu menghadapi ancaman, tantangan, hambatan, dan gangguan. Terakhir kelompok tani juga berfungsi sebagai unit produksi, yang dilaksanakan oleh masing-masing anggota kelompok tani secara keseluruhan sebagai satu kesatuan usaha yang dapat dikembangkan untuk mencapai skala ekonomi, baik dipandang dari segi kuantitas, kualitas maupun kontinuitas. Saat ini kondisi sebagian besar kelompok tani dari tahun ke tahun dapat dikatakan belum mengalami perkembangan seperti yang diharapkan atau dapat dikatakan stasioner bahkan menurun. Secara empiris gambaran dari kelompok tani tersebut sebagai berikut: (1) sebagian kelas kelompoknya tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya, status kelasnya lebih tinggi namun kegiatannya bila diukur dengan skor penilaian ternyata dinamikanya rendah, dan (2) sebagian kelompok tani sudah “bubar” namun masih terdaftar.

Rendahnya kinerja kelompok tani yang ada antara lain disebabkan rendahnya peran pengurus kelompok tani, anggota kelompok tidak jelas, struktur organisasi tidak lengkap dan tidak berfungsi, produktivitas usahatani rendah dan Selain itu, pembentukan kelembagaan tersebut tidak dilakukan secara partisipatif sehingga tidak dapat mengakomodasi potensi dan kepentingan petani, yang seharusnya menjadi modal untuk melakukan aksi kolektifnya Bahkan kelompok tani sering dibentuk secara temporer yang hanya aktif pada saat-saat tertentu, seperti ketika ada pendistribusian bantuan pupuk bersubsidi, kredit bersubsidi, atau bantuan-bantuan lainnya. Umumnya kelompok tani yang ada sekarang ini merupakan hasil dari kegiatan proyek-proyek sehingga tidak jarang selesainya proyek, banyak kelompok tani yang tidak dapat mempertahankan kelompoknya atau hanya tinggal nama saja. Namun ada juga kelompok tani yang makin maju walaupun tidak ada lagi proyek atau bantuan yang diterima. Oleh karena itu, upaya peningkatan kapasitas kelompok tani melalui serangkaian pembinaan sangat penting dilakukan untuk mewujudkan kemandirian kelompok tani dan kesejahteraan petani. Pentingnya pembinaan kelompok tani juga dikemukakan oleh Mosher (1987) bahwa salah satu syarat pelancar pembangunan pertanian adalah adanya kegiatan petani yang tergabung dalam kelompok tani.

Menurut Djiwandi (1994), mengembangkan kelompok tani berarti membangun kemauan dan kepercayaan pada diri sendiri agar dapat terlibat secara aktif dalam pembangunan. Disamping itu agar mereka dapat bergerak secara teroganisir dan berdayaguna. Suatu gerakan kelompok tani yang tidak teroganisir dan tidak mengikuti kerjasama menurut polapola yang maju, tidak akan memecahkan permasalahan yang dihadapi petani Pembentukan dan penumbuhan kelompok tani mestilah ditempatkan dalam konteks yang lebih luas, yaitu konteks pengembangan ekonomi dan kemandirian masyarakat menuju pembangunan yang berkelanjutan (Sustainable Rural Development).

Kelompok tani hanyalah alat, dan merupakan salah satu opsi kelembagaan yang dapat dipilih, bukan tujuan dan juga bukan keharusan. Oleh karena itu, penggunaan kelompok tani yang semata-mata hanya untuk mensukseskan kegiatan lain, dan bukan untuk pengembangan kelompok tani itu sendiri, sebagaimana selama ini; hanya akan berakhir dengan kelompok tani yang semu, yang tidak akan pernah eksis secara riel.

C. Masalah mengenai organisasi tani kurang mandiri

Gambaran umum petani di Indonesia adalah petani kecil (gurem) yang sederhana, miskin modal, berlahan sempit (atau tidak mempunyai lahan sama sekali), serta kurang terdidik, cenderung bersikap diam, mengeluh dan tak berdaya. Situasi ketidakberdayaan tersebut, menurut Soetomo (1997) berakar dari persoalan struktural (sistemik). Dalam sistem sosial misalnya, petani cenderung menjadi elemen yang dibuat bergantung tak berdaya sepenuhnya oleh kekuatan-kekuatan di luar dirinya. Kekuatan-kekuatan luar inilah yang mengambil porsi terbesar dari surplus ekonomi atau nilai tambah produksi melalui kegiatan atau sistem produksi yang tidak pro petani. Mereka adalah : produsen sarana produksi pertanian (saprotan), importir,dan distributor pupuk kimia, pestisida, serta alat dan mesin pertanian, para pedagang, para birokrat dan penguasa di tingkat daerah maupun tingkat pusat dengan mengambil peranan yang beraneka ragam. Bahkan, petani kurang memiliki akses atas permodalan, pasar dan teknologi, serta organisasi tani yang masih lemah.

Dalam menghadapi era globalisasi, kekuatan dan kesinambungan pembangunan pertanian diukur dari ketangguhan dan kemampuan petani dalam mengelola sumberdaya alam. Petani mandiri adalah petani yang secara dinamis mampu memanfaatkan secara optimal sumberdaya alam, tenaga, modal, dan teknologi yang ada pada lingkungan fisik tempatnya berpijak yang sekaligus mampu meningkatkan kesejahteraannya dalam arti luas. Pengertian ini mencakup kemampuan untuk mengatasi segala tantangan, hambatan, ancaman, dan gangguan terhadap eksistensi serta kelestarian sumberdaya alam. Petani sebagai manajer mandiri yang berpengetahuan, terampil, cakap menilai peluang usaha dan dapat mengambil keputusan sendiri untuk bertindak dan mampu untuk selalu menyesuaikan diri terhadap perubahan globalisasi.

Jadi, petani mandiri haruslah mempunyai lima sifat antara lain :
  1. Agresif, mengisyaratkan bahwa petani mau tidak mau harus selalu mengikuti perkembangan informasi, baik yang menyangkut masalah harga, permintaan dan penawaran serta jenis komoditi apa yang menguntungkan untuk diusahakan pada masa yang akan datang guna bersaing dan menghadapi derasnya era globalisasi.
  2. Adaptif, petani harus dapat menyesuaikan diri terhadap perubahan yang terjadi, baik perubahan alam maupun perubahan permintaan komoditas di pasar.
  3. Fleksibel, petani harus bersifat luwes dalam menghadapi berbagai bentuk persaingan, baik bentuk persaingan kearah positif, maupun bentuk persaingan kearah negatif.
  4. Inovatif, petani harus berani mencoba berbagai macam bentuk perkembangan teknologi baru pertanian untuk dikaji terapkan sesuai dengan potensi wilayah, baik dari segi ekonomi, sosial budaya sehingga diperoleh pendapatan tinggi dalam usahanya.
  5. Produktif, petani harus mampu memanfaatkan faktor produksi secara efisien, efektif, termasuk menggunakan waktu untuk melaksanakan berbagai jenis kegiatan yang bersifat menghasilkan ditengah-tengah persaingan yang ketat.
Untuk mengatasi ketidak berdayaan petani dalam menghadapi era globalisasi, dan bagaimana mengubah petani menjadi petani yang tangguh dapat diwujudkan melalui pengembangan sistem pendidikan pertanian bagi petani yang lazim disebut penyuluhan pertanian.

Menurut UU no. 16/2006, penyuluhan pertanian diartikan sebagai proses pembelajaran pelaku utama dan pelaku usaha agar mau dan mampu menolong dirinya dalam mengakses informasi, teknologi, permodalan, dan sumber lainnya sebagai upaya untuk meningkatkan produktivitas, efisiensi usaha pendapatan dan kesejahteraan serta meningkatkan kesatuan dalam pelestarian fungsi lingkungan hidup. Jadi, petani dibantu agar dapat membantu diri sendiri, dididik agar dapat mendidik diri sendiri.

Jalan yang diyakini dapat mengatasi permasalahan (ketidakberdayaan) petani dan membebaskan manusia petani dari kemiskinan adalah melalui pendidikan. Yang menjadi pertanyaan pendidikan seperti apakah yang dibutuhkan petani untuk membebaskan, memanusiakan dan pada akhirnya mengubah situasi hidupnya.



Posting Komentar untuk "Organisasi Pertanian Indonesia"