Tahapan Panen Hingga Pasca Panen Pada Tanaman Padi (Oryza sativa L)
Padi (bahasa latin: Oryza sativa L.) merupakan salah satu tanaman budidaya terpenting dalam peradaban. Meskipun terutama mengacu pada jenis tanaman budidaya, padi juga digunakan untuk mengacu pada beberapa jenis dari marga (genus) yang sama, yang biasa disebut sebagai padi liar. Padi diduga berasal dari india atau indocina dan masuk ke Indonesia dibawa oleh nenek moyang yang migrasi dari daratan Asia sekitar 1500 SM.Padi dapat tumbuh pada ketinggian 0-1500 mdpl dengan temperatur 19-270C , memerlukan penyinaran matahari penuh tanpa naungan. Angin berpengaruh pada penyerbukan dan pembuahan. Padi menghendaki tanah lumpur yang subur dengan ketebalan 18-22 cm dan pH tanah 4–7.
Klasifikasi padi;
Adapun yang dimaksud dengan penanganan pascapanen adalah tindakan yang disiapkan atau dilakukan pada tahapan pascapanen agar hasil pertanian siap dan aman digunakan oleh konsumen dan atau diolah lebih lanjut oleh industri ( Anonim, 1986). Penanganan pascapanen hasil pertanian meliputi semua kegiatan perlakuan dan pengolahan langsung terhadap hasil pertanian yang karena sifatnya harus segera ditangani untuk meningkatkan mutu hasil pertanian agar mempunyai daya simpan dan daya guna lebih tinggi. Sesuai dengan pengertian tersebut diatas, kegiatan pascapanen meliputi kegiatan pemungutan hasil (pemanenan), perawatan, pengawetan, pengangkutan, penyimpanan, pengolahan, penggundangan dan standardisasi mutu ditingkat produsen. Khususnya terhadap komoditas padi, tahapan pascapanen padi meliputi pemanenan, perontokan, perawatan, pengeringan, penggilingan, pengolahan, transportasi, penyimpanan, standardisasi mutu dan penanganan limbah.
Penanganan pascapanen hasil pertanian bertujuan untuk menekan tingkat kerusakan hasil panen komoditas pertanian dengan meningkatkan daya simpan dan daya guna komoditas pertanian agar dapat menunjang usaha penyediaan bahan baku industri dalam negeri, meningkatkan nilai tambah dan pendapatan, meningkatkan devisa negara dan perluasan kesempatan kerja serta melestarikan sumberdaya alam dan lingkugan hidup.
Berdasarkan uraian tersebut diatas menunjukkan bahwa penanganan pascapanen mempunyai peranan yang sangat luas guna mengatasi masalah yang dihadapi petani. Namun demikian, karena terlalu banyaknya masalah yang dihadapi, maka penanganan pascapanen tidak dapat menyelesaikan semua masalah secara sekaligus. Oleh karena itu perlu menetapkan prioritas masalah yang akan diatasi.
Masalah utama dalam penanganan pascapanen padi yang dihadapi petani adalah masih tingginya kehilangan hasil selama penanganan pascapanen yang besarnya sekitar 21% (BPS,1996) dan rendahnya mutu gabah dan beras yang dihasilkan. Rendahnya mutu gabah disebabkan oleh tingginya kadar kotoran dan gabah hampa serta butir mengapur mengakibatkan rendahnya rendemen beras giling yang diperoleh (Setyono dkk. 2000). Butir mengapur selain dipengaruhi oleh faktor genetika, juga dipengaruhi oleh teknik pemupukan dan pengairan, sedangkan kadar kotoran dipengaruhi oleh faktor teknis, yaitu cara perontokan. Oleh karena sebagian besar pemanen merontok padinya dengan cara dibanting atau dengan menggunakan pedal thresher, maka gabah yang diperoleh mengandung kotoran dan gabah hampa cukup tinggi.
Kehilangan hasil panen dan rendahnya mutu gabah terjadi pada tahapan pemanenan dan perontokan sehingga sasaran utama penelitian pascapanen padi saat itu dititikberatkan kepada penelitian komponen teknologi pemanenan, perontokan sampai kepada rekayasa sistem pemanenan padi.
Agroindustri padi belum berkembang seperti yang diharapkan, seperti yang terlihat dalam penggilingan padi. Pengusaha penggilingan padi umumnya hanya mengutamakan beras hasil giling, belum memperhatikan secara serius produk samping dan limbahnya.
Tahapan - tahapan yang dilakukan pada saat penanganan panen dan pasca panen padi antara lain adalah sebagai berikut :
1. Penentuan umur panen
Umur panen dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya varietas, iklim, dan tinggi tempat, sehingga umur panennya berbeda. Berdasarkan kadar air gabah, padi yang dipanen pada kadar air 21-26% memberikan hasil produksi optimum dan menghasilkan beras bermutu baik. Padi dipanen pada saat malai berumur 30 – 35 hari setelah berbunga rata sehingga dihasilkan gabah dan beras bermutu tinggi. Penentuan saat panen yang umum dilaksanakan petani adalah didasarkan kenampakan malai, yaitu 90 – 95 % gabah dari malai tampak bewarna kuning.
2. Pemanenan
Pemanenan sebaiknya dilakukan pada umur panen yang tepat dan dengan cara panen yang benar. Umur panen padi yang tepat akan menghasilkan gabah dan beras bermutu baik, sedangkan cara panen yang baik secara kuantitatif dapat menekan kehilangan hasil. Oleh karena itu komponen teknologi pemanenan padi perlu disiapkan.
3. Penumpukan dan Pengumpulan
Sekitar 0,94 – 2,36 % dapat menghilangkan hasil padi makanya pada tahap ini akan sangat memerlukan tahap yang optimal supaya tidak banyak kehilangan hasil dari padi.Penumpukan dan pengumpulan merupakan tahap penanganan pasca panen setelah padi dipanen. Ketidak-tepatan dalam penumpukan dan pengumpulan padi dapat mengakibatkan kehilangan hasil yang cukup tinggi.Untuk menghindari atau mengurangi terjadinya kehilangan hasil sebaiknya pada waktu penumpukan dan pengangkutan padi menggunakan alas. Penggunaan alas dan wadah pada saat penumpukan dan pengangkutan dapat menekan kehilangan, jadi kita perlu memperhatikan lokasi dimana penumpukan dan pengumpulan padi
4. Perontokan
Setelah dipanen, gabah harus segera dirontokkan dari malainya. Tempat perontokan dapat langsung dilakukan di lahan atau di halaman rumah setelah diangkut ke rumah. Perontokan ini dapat dilakukan dengan perontok bermesin ataupun dengan tenaga manusia. Bila menggunakan mesin, perontokan dilakukan dengan menyentuhkan malai padi ke gerigi alat yang berputar. Sementara perontokan dengan tenaga manusia dilakukan dengan cara batang padi dipukul-pukulkan, malai padipun dapat diinjak-injak agar gabah rontok. Untuk mengantisipasi agar gabah tidak terbuang saat perontokan maka tempat perontokan harus diberi alas dari anyaman bambu atau lembaran plastik tebal (terpal). Dengan alas tersebut maka seluruh gabah diharapkan dapat tertampung Setelah dirontokkan, butir-butir gabah dikumpulkan di gudang penyimpanan sementara. Oleh karena tidak semua petani memiliki gudang sementara, pengumpulan dapat dilakukan di teras rumah atau bagian lain dari rumah yang tidak terpakai. Gabah tersebut tidak perlu dimasukkan dalam karung,tetapi cukup ditumpuk setinggi maksimal 50 cm.
5. Pengeringan
Agar tahan lama disimpan dan dapat digiling menjadi beras, maka gabah harus dikeringkan. Pengeringan gabah umumnya dilakukan di bawah sinar matahari. Gabah yang dikeringkan ini dihamparkan di atas lantai semen terbuka. Penggunaan lantai semen terbuka ini agar sinar matahari dapat secara penuh diterima gabah. Bila tidak memiliki halaman atau tempat terbuka yang disemen maka halaman tanah pun dapat dipakai untuk penjemuran. Namun, gabah perlu diletakkan pada alas anyaman bambu, tikar atau lembaran plastik tebal. Hal ini dilakukan agar gabah tidak tercampur dengan tanah. Lama jemuran tergantung iklim dan cuaca, bila cuaca cerah dan matahari bersinar penuh sepanjang hari, penjemuran hanya berlangsung sekitar 2 – 3 hari. Namun, bila keadaan cuaca terkadang mendung atau gerimis dan terkadang panas. Waktu penjemurannya dapat berlangsung lama sekitar seminggu,sampai kadar air mencapai 14%.
6. Penggilingan
Penggilingan dalam pasca panen padi merupakan kegiatan memisahkan beras dari kulit yang membungkusnya. Pemisahan secara tradisional menggunakan alat sederhana, yaitu lesung dan alu. Lesung terbuat dari kayu utuh yang diceruk mirip perahu.Cerukan pada kayu tersebut berfungsi sebagai tempat gabah ditumbuk.
Sementara alu merupakan pasangan dari lesung sebagai alat penumbuk gabah. Alu tersebut terbuat dari kayu yang bentuknya bulat panjang seperti pipa.
Kendala penggilingan gabah secara tradisional adalah pengerjaannya sangat lambat, tenaga kerja yang memadai tidak tersedia dan alatnya sulit dijumpai. Saat ini kebanyakan lesung dan alu sudah menghilang dari kehidupan petani padi karena kehadiran alat penggiling yang praktis dan daya kerja cepat. Pemisahan beras dari kulitnya dapat dilakukan dengan cara modern atau dengan alat penggiling. Alat yang sering digunakan berupa hulle. Hasil yang diperoleh pada penggilingan dengan alat penggiling gabah ini sama dengan cara tradisional, yaitu pada tahap pertama diperoleh beras pecah kulit. Pada penggilingan tahap kedua, beras akan menjadi putih bersih.
7. Penyimpanan
Beras organik yang sudah digiling secara tradisional maupun modern dapat langsung dipasarkan. Namun, karena umumnya beras tidak langsung dapat dipasarkan seluruhnya maka perlu ada tempat penyimpanan.Teknik penyimpanan beras harus diperhatikan agar kondisinya tetap bagus hingga saatnya akan dijual.
Umumnya beras disimpan di gudang setelah dikemas dalam karung plastik berukuran 40 Kg atau 50 Kg. Pengemasan dalam karung ini dilakukan secara manual oleh petani. Bagian karung yang terbuka dijahit tangan hingga tertutup rapat Dalam gudang penyimpanan dapat saja beras diserang oleh hama bubuk. Biasanya hama bubuk ini menyerang beras yang tidak kering benar saat pengeringan. Hama bubuk tidak menyukai beras yang kering karena keras. Selain itu, hama bubuk pun menyukai tempat lembab sehingga ruangan gudang harus kering,yang dilengkapi dengan ventilasi udara. Penumpukan karung berisi beras di dalam gudang pun harus ditata sedemikian rupa agar beras yang sudah lebih dahulu disimpan dapat mudah keluar lebih awal.Akan lebih baik lagi bila setiap karung diberi tindakan khusus seperti tanggal penyimpanan.
8. Pemasaran
Ada dua cara pemasaran beras di Indonesia, pertama petani menjual langsung di lahan pada saat sudah siap panen kepada pedagang pengumpul yang disebut penebas. Penebas inilah yang akan memanen dan mengolahnya lebih lanjut menjadi beras. Kedua, petani sendiri yang memanen,mengeringkan,lalu menjual kepedagang pengumpul,baik berupa gabah kering giling atau sudah menjadi beras. Penjualan beras biasanya dilakukan petani langsung kepada pedagang beras di pasar, dititipkan kepasar swalayan atau dijual langsung ke konsumen.
Bila dijual langsung ke pedagang beras di pasar, keuntungan yang diperoleh hanyalah berupa uang kontan, kerugiannya adalah harga yang diperoleh tidak maksimal karena pedagangpun harus mengambil keuntungan saat dipasarkan lebih lanjut. Bila dititipkan di pasar swalayan, keuntungan yang diperoleh berupa harga jual yang lebih tinggi. Hanya saja pembayarannya tidak dilakukan secara tunai, melainkan setelah beras tersebut laku terjual. Beras yang dititipkan dikemas dalam plastik yang sudah dilengkapi dengan label. Bila dijual langsung ke konsumen, harganya memang sama dengan harga jual ke pasar swalayan, bahkan dapat lebih tinggi. Dari segi usaha cara ini kurang praktis karena petani harus mendatangi konsumen satu persatu.
Klasifikasi padi;
- Kingdom: Plantae (Tumbuhan)
- Subkingdom: Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
- Super Divisi: Spermatophyta (Menghasilkan biji)
- Divisi: Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
- Kelas: Liliopsida (berkeping satu / monokotil)
- Sub Kelas: Commelinidae
- Ordo: Poales
- Famili: Poaceae (suku rumput-rumputan)
- Genus: Oryza
- Spesies: Oryza sativa L.
Adapun yang dimaksud dengan penanganan pascapanen adalah tindakan yang disiapkan atau dilakukan pada tahapan pascapanen agar hasil pertanian siap dan aman digunakan oleh konsumen dan atau diolah lebih lanjut oleh industri ( Anonim, 1986). Penanganan pascapanen hasil pertanian meliputi semua kegiatan perlakuan dan pengolahan langsung terhadap hasil pertanian yang karena sifatnya harus segera ditangani untuk meningkatkan mutu hasil pertanian agar mempunyai daya simpan dan daya guna lebih tinggi. Sesuai dengan pengertian tersebut diatas, kegiatan pascapanen meliputi kegiatan pemungutan hasil (pemanenan), perawatan, pengawetan, pengangkutan, penyimpanan, pengolahan, penggundangan dan standardisasi mutu ditingkat produsen. Khususnya terhadap komoditas padi, tahapan pascapanen padi meliputi pemanenan, perontokan, perawatan, pengeringan, penggilingan, pengolahan, transportasi, penyimpanan, standardisasi mutu dan penanganan limbah.
Berdasarkan uraian tersebut diatas menunjukkan bahwa penanganan pascapanen mempunyai peranan yang sangat luas guna mengatasi masalah yang dihadapi petani. Namun demikian, karena terlalu banyaknya masalah yang dihadapi, maka penanganan pascapanen tidak dapat menyelesaikan semua masalah secara sekaligus. Oleh karena itu perlu menetapkan prioritas masalah yang akan diatasi.
Masalah utama dalam penanganan pascapanen padi yang dihadapi petani adalah masih tingginya kehilangan hasil selama penanganan pascapanen yang besarnya sekitar 21% (BPS,1996) dan rendahnya mutu gabah dan beras yang dihasilkan. Rendahnya mutu gabah disebabkan oleh tingginya kadar kotoran dan gabah hampa serta butir mengapur mengakibatkan rendahnya rendemen beras giling yang diperoleh (Setyono dkk. 2000). Butir mengapur selain dipengaruhi oleh faktor genetika, juga dipengaruhi oleh teknik pemupukan dan pengairan, sedangkan kadar kotoran dipengaruhi oleh faktor teknis, yaitu cara perontokan. Oleh karena sebagian besar pemanen merontok padinya dengan cara dibanting atau dengan menggunakan pedal thresher, maka gabah yang diperoleh mengandung kotoran dan gabah hampa cukup tinggi.
Kehilangan hasil panen dan rendahnya mutu gabah terjadi pada tahapan pemanenan dan perontokan sehingga sasaran utama penelitian pascapanen padi saat itu dititikberatkan kepada penelitian komponen teknologi pemanenan, perontokan sampai kepada rekayasa sistem pemanenan padi.
Agroindustri padi belum berkembang seperti yang diharapkan, seperti yang terlihat dalam penggilingan padi. Pengusaha penggilingan padi umumnya hanya mengutamakan beras hasil giling, belum memperhatikan secara serius produk samping dan limbahnya.
Tahapan - tahapan yang dilakukan pada saat penanganan panen dan pasca panen padi antara lain adalah sebagai berikut :
1. Penentuan umur panen
Umur panen dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya varietas, iklim, dan tinggi tempat, sehingga umur panennya berbeda. Berdasarkan kadar air gabah, padi yang dipanen pada kadar air 21-26% memberikan hasil produksi optimum dan menghasilkan beras bermutu baik. Padi dipanen pada saat malai berumur 30 – 35 hari setelah berbunga rata sehingga dihasilkan gabah dan beras bermutu tinggi. Penentuan saat panen yang umum dilaksanakan petani adalah didasarkan kenampakan malai, yaitu 90 – 95 % gabah dari malai tampak bewarna kuning.
2. Pemanenan
Pemanenan sebaiknya dilakukan pada umur panen yang tepat dan dengan cara panen yang benar. Umur panen padi yang tepat akan menghasilkan gabah dan beras bermutu baik, sedangkan cara panen yang baik secara kuantitatif dapat menekan kehilangan hasil. Oleh karena itu komponen teknologi pemanenan padi perlu disiapkan.
3. Penumpukan dan Pengumpulan
Sekitar 0,94 – 2,36 % dapat menghilangkan hasil padi makanya pada tahap ini akan sangat memerlukan tahap yang optimal supaya tidak banyak kehilangan hasil dari padi.Penumpukan dan pengumpulan merupakan tahap penanganan pasca panen setelah padi dipanen. Ketidak-tepatan dalam penumpukan dan pengumpulan padi dapat mengakibatkan kehilangan hasil yang cukup tinggi.Untuk menghindari atau mengurangi terjadinya kehilangan hasil sebaiknya pada waktu penumpukan dan pengangkutan padi menggunakan alas. Penggunaan alas dan wadah pada saat penumpukan dan pengangkutan dapat menekan kehilangan, jadi kita perlu memperhatikan lokasi dimana penumpukan dan pengumpulan padi
4. Perontokan
Setelah dipanen, gabah harus segera dirontokkan dari malainya. Tempat perontokan dapat langsung dilakukan di lahan atau di halaman rumah setelah diangkut ke rumah. Perontokan ini dapat dilakukan dengan perontok bermesin ataupun dengan tenaga manusia. Bila menggunakan mesin, perontokan dilakukan dengan menyentuhkan malai padi ke gerigi alat yang berputar. Sementara perontokan dengan tenaga manusia dilakukan dengan cara batang padi dipukul-pukulkan, malai padipun dapat diinjak-injak agar gabah rontok. Untuk mengantisipasi agar gabah tidak terbuang saat perontokan maka tempat perontokan harus diberi alas dari anyaman bambu atau lembaran plastik tebal (terpal). Dengan alas tersebut maka seluruh gabah diharapkan dapat tertampung Setelah dirontokkan, butir-butir gabah dikumpulkan di gudang penyimpanan sementara. Oleh karena tidak semua petani memiliki gudang sementara, pengumpulan dapat dilakukan di teras rumah atau bagian lain dari rumah yang tidak terpakai. Gabah tersebut tidak perlu dimasukkan dalam karung,tetapi cukup ditumpuk setinggi maksimal 50 cm.
5. Pengeringan
Agar tahan lama disimpan dan dapat digiling menjadi beras, maka gabah harus dikeringkan. Pengeringan gabah umumnya dilakukan di bawah sinar matahari. Gabah yang dikeringkan ini dihamparkan di atas lantai semen terbuka. Penggunaan lantai semen terbuka ini agar sinar matahari dapat secara penuh diterima gabah. Bila tidak memiliki halaman atau tempat terbuka yang disemen maka halaman tanah pun dapat dipakai untuk penjemuran. Namun, gabah perlu diletakkan pada alas anyaman bambu, tikar atau lembaran plastik tebal. Hal ini dilakukan agar gabah tidak tercampur dengan tanah. Lama jemuran tergantung iklim dan cuaca, bila cuaca cerah dan matahari bersinar penuh sepanjang hari, penjemuran hanya berlangsung sekitar 2 – 3 hari. Namun, bila keadaan cuaca terkadang mendung atau gerimis dan terkadang panas. Waktu penjemurannya dapat berlangsung lama sekitar seminggu,sampai kadar air mencapai 14%.
6. Penggilingan
Penggilingan dalam pasca panen padi merupakan kegiatan memisahkan beras dari kulit yang membungkusnya. Pemisahan secara tradisional menggunakan alat sederhana, yaitu lesung dan alu. Lesung terbuat dari kayu utuh yang diceruk mirip perahu.Cerukan pada kayu tersebut berfungsi sebagai tempat gabah ditumbuk.
Sementara alu merupakan pasangan dari lesung sebagai alat penumbuk gabah. Alu tersebut terbuat dari kayu yang bentuknya bulat panjang seperti pipa.
Kendala penggilingan gabah secara tradisional adalah pengerjaannya sangat lambat, tenaga kerja yang memadai tidak tersedia dan alatnya sulit dijumpai. Saat ini kebanyakan lesung dan alu sudah menghilang dari kehidupan petani padi karena kehadiran alat penggiling yang praktis dan daya kerja cepat. Pemisahan beras dari kulitnya dapat dilakukan dengan cara modern atau dengan alat penggiling. Alat yang sering digunakan berupa hulle. Hasil yang diperoleh pada penggilingan dengan alat penggiling gabah ini sama dengan cara tradisional, yaitu pada tahap pertama diperoleh beras pecah kulit. Pada penggilingan tahap kedua, beras akan menjadi putih bersih.
7. Penyimpanan
Beras organik yang sudah digiling secara tradisional maupun modern dapat langsung dipasarkan. Namun, karena umumnya beras tidak langsung dapat dipasarkan seluruhnya maka perlu ada tempat penyimpanan.Teknik penyimpanan beras harus diperhatikan agar kondisinya tetap bagus hingga saatnya akan dijual.
Umumnya beras disimpan di gudang setelah dikemas dalam karung plastik berukuran 40 Kg atau 50 Kg. Pengemasan dalam karung ini dilakukan secara manual oleh petani. Bagian karung yang terbuka dijahit tangan hingga tertutup rapat Dalam gudang penyimpanan dapat saja beras diserang oleh hama bubuk. Biasanya hama bubuk ini menyerang beras yang tidak kering benar saat pengeringan. Hama bubuk tidak menyukai beras yang kering karena keras. Selain itu, hama bubuk pun menyukai tempat lembab sehingga ruangan gudang harus kering,yang dilengkapi dengan ventilasi udara. Penumpukan karung berisi beras di dalam gudang pun harus ditata sedemikian rupa agar beras yang sudah lebih dahulu disimpan dapat mudah keluar lebih awal.Akan lebih baik lagi bila setiap karung diberi tindakan khusus seperti tanggal penyimpanan.
8. Pemasaran
Ada dua cara pemasaran beras di Indonesia, pertama petani menjual langsung di lahan pada saat sudah siap panen kepada pedagang pengumpul yang disebut penebas. Penebas inilah yang akan memanen dan mengolahnya lebih lanjut menjadi beras. Kedua, petani sendiri yang memanen,mengeringkan,lalu menjual kepedagang pengumpul,baik berupa gabah kering giling atau sudah menjadi beras. Penjualan beras biasanya dilakukan petani langsung kepada pedagang beras di pasar, dititipkan kepasar swalayan atau dijual langsung ke konsumen.
Bila dijual langsung ke pedagang beras di pasar, keuntungan yang diperoleh hanyalah berupa uang kontan, kerugiannya adalah harga yang diperoleh tidak maksimal karena pedagangpun harus mengambil keuntungan saat dipasarkan lebih lanjut. Bila dititipkan di pasar swalayan, keuntungan yang diperoleh berupa harga jual yang lebih tinggi. Hanya saja pembayarannya tidak dilakukan secara tunai, melainkan setelah beras tersebut laku terjual. Beras yang dititipkan dikemas dalam plastik yang sudah dilengkapi dengan label. Bila dijual langsung ke konsumen, harganya memang sama dengan harga jual ke pasar swalayan, bahkan dapat lebih tinggi. Dari segi usaha cara ini kurang praktis karena petani harus mendatangi konsumen satu persatu.
Posting Komentar untuk "Tahapan Panen Hingga Pasca Panen Pada Tanaman Padi (Oryza sativa L)"